"Ada empat hal yang saya akan sampaikan, satu prosedurnya dan tiga pada insentifnya," ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Adapun empat hal yang dimaksudkan Bambang, yakni pertama, mengenai prosedur lanjutan SOP tentang tax allowance dan tax holiday. Dalam hal ini, aturan sudah selesai dan Kemenkeu akan melakukan kerja sama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum tax allowance diberikan, di mana persyaratan tertera dalam PP.
"Setelah terpenuhi persyaratan di PP maka BKPM dan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan akan selesaikan paling lama 25 hari. 25 hari itu sudah ada putusan apakah investor bisa menerima tax allowance," jelas Bambang.
Sementara untuk tax holiday, karena sifatnya lebih tinggi dari tax allowance maka dibutuhkan verifikasi tajam dan maksimum pengesahannya adalah selama 45 hari setelah semua persyaratan sudah dipenuhi oleh mereka yang meminta fasilitas ini.
"Kami jelaskan tax holiday butuh verifikasi dan track record perpajakan dari si peminta tax holiday. Kami akan koordinasikan dengan BKPM," jelasnya.
Kedua, sudah terbit PP No 69 Tahun 2015. Pada intinya, PP ini memberikan insentif PPN tidak dipungut untuk alat transportasi utamanya untuk galangan kapal, kereta api, pesawat, dan suku cadangnya. Namun, karena industri galangan kapal berkembang maka pemerintah akan fokus pada pengembangan industri galangan kapal.
"Sekarang PP sudah dikeluarkan dan bisa dimanfaatkan oleh pelaku industri (galangan kapal). Ini otomatis biaya produksi dari kapal di Indonesia yang dibuat bisa disediakan di dalam negeri dengan biaya lebih kompetitif. Ini sudah disampaikan di paket pertama, tapi kita tekankan bahwa PP sudah keluar dan industri sudah bisa memanfaatkan," jelasnya.
Ketiga, telah ada PP untuk pembentukan pusat logistik berikat. Dalam hal ini, PP tersebut tinggal ditandatangani dan disahkan oleh Presiden melalui proses di Kemenko Perekonomian. Dengan adanya pusat logistik nasional, misal, manufaktur maka perusahaan manufaktur tidak perlu lagi mengimpor atau tidak perlu ambil dari luar negeri, cukup mengambil di gudang berikat di Indonesia.
"Sampai akhir tahun akan ada dua pusat logistik berikat dan bisa dinikmati. Cikarang terkait manufaktur dan Merak, Banten, terkait Bahan Bakar Minyak (BBM). Kita berharap BBM mudah diambil dan tidak perlu impor dari negara tetangga. Ke depannya kita berharap Indonesia jadi pusat berikatnya Asia Tenggara karena pasarnya di Indonesia bukan negara lain," jelas Bambang.
Keempat, mengenai insentif pengurangan pajak bunga deposito, terutama untuk eksportir yang melaporkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) kepada Bank Indonesia (BI). Selama ini, eksportir sudah melaporkan DHE kepada BI tapi sesuai aturannya kebanyakan tidak disimpan di dalam negeri. DHE tidak ada di sistem perbankan Indonesia.
"Mungkin mampir sebentar lalu ke negara lain. Nah, apa yang jadi masalah. Pemerintah memutuskan mendukung BI dalam menjaga nilai tukar dengan memberikan pengurangan biaya pajak bunga deposito. Akan dilakukan menyusun PP tapi kami lakukan dengan cepat," ungkap Bambang.
Bambang menjelaskan, secara tarif, jika seorang ekportir melaporkan DHE dan DHE itu disimpan di sistem perbankan Indonesia dalam bentuk depostio dengan mata uang dolar Amerika Serikat (USD) maka akan ada pengurangan pajak. Jika saat ini berlaku pajak normal bunga deposito 25 persen maka akan dikurangi.
"Kalau DHE dolar disimpan di bank Indonesia di deposito satu bulan maka pajak diturunkan jadi 10 persen. Kalau tiga bulan pajak bunganya 7,5 persen, kalau enam bulan 2,5 persen dan kalau di atas enam bulan nol persen," jelas Bambang,
Namun, akan berbeda pula jika mata uang yang disimpan dalam bentuk rupiah di deposito. "Kalau dolar itu ditukar rupiah maka tarifnya satu bulan langsung 7,5 persen, tiga bulan lima persen, kemudian enam bulan nol persen. Kalau dihitung, tingkat bunga dikurangi pajak ini masih lebih tinggi sekitar 1-2 persen dari Singapura, maka lebih menarik," kata Bambang.
Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu ini mengungkapkan, keputusan angka tersebut sudah melalui koordinasi antara pemerintah dan BI. Diharapkan, para eksportir yang berbasis Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia benar-benar menempatkan DHE di dalam sistem perbankan Indonesia.
"Diharapkan mau menaruh DHE di dalam sistem perbankan Indonesia dengan fasilitas menarik, tentu dengan adanya laporan karena ada simpanan terkait yang rinciannya dilaporkan eksportir ke Bank Indonesia," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News