Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 2023 dan 2022 yang masing-masing sebesar 5,22 persen (yoy) dan 5,52 persen (yoy).
"Itu (kuartal II 2024) masih lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal II 2023 gitu, jadi overall kalau kita melihat dari situasi konsumsi masyarakat itu masih cukup bagus," kata Ferry di Jakarta, dikutip Senin, 12 Agustus 2024.
Diketahui, secara kuartalan komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga pada kuartal II-2024 tercatat sebesar 3,12 persen (qtq), sementara pada kuartal I-2024 sebesar 0,64 persen (qtq).
Untuk kuartal II tahun ini, perekonomian Indonesia masih didominasi oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang mencakup lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yaitu sebesar 54,53 persen.
Ia memaparkan pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga yang mencapai 4,93 persen itu disebabkan karena hari besar keagamaan yang mencakup bulan Ramadan hingga Hari Raya Idulfitri sebagai momentum pendorong konsumsi masyarakat tahun ini terbagi di kuartal I dan kuartal II.
Berbeda dengan 2023 di mana bulan Ramadan beserta Hari Raya Idulfitri tercatat pada April di mana telah memasuki kuartal II-2023.
"Sementara di tahun sekarang, Lebaran tanggal 9 April 2024, orang semua persiapan dua minggu gitu kan, dari April, jadi sebagian fenomena tadi itu bergeser dicatatnya di kuartal I (2024) termasuk THR," jelasnya.
Oleh karena itu, ia menilai kinerja pertumbuhan konsumsi masyarakat di kuartal II tahun ini masih wajar.
Baca juga: Triwulan II-2024, Ekonomi RI Tumbuh 5,05% |
Berikan tambahan likuiditas
Lebih lanjut, Ferry menyampaikan pemerintah akan terus mengawasi serta mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat, salah satunya dengan memberikan tambahan likuiditas.
Bank Indonesia (BI) sebagian bank sentral menerapkan insentif kepada beberapa bank melalui insentif likuiditas makroprudensial (KLM). Dalam kebijakan tersebut, BI memberikan insentif Giro Wajib Minimum (GWM) kepada bank yang rajin menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.
Insentif tersebut berupa potongan kewajiban setoran GWM hingga empat persen dari yang semula sembilan persen. BI akan memberikan insentif ini jika bank berhasil memenuhi ambang batas minimal penyaluran kredit ke sektor-sektor tersebut.
"Jadi yang untuk stabilisasi GWM standar itu, tapi di sisi lain untuk stimulus KMP (Kebijakan Makroprudensial) yang dari total sembilan persen, empat persen itu untuk sektor-sektor yang memang kita anggap memberikan kontribusi pada ekonomi kita. Ada otomotif, properti dan lain sebagainya," ucap Ferry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News