Penghapusan program Raskin, menurut Sasmito hal ini bisa berimbas pada kelangkaan beras di pasar dan menimbulkan inflasi yang cukup tinggi.
"Jika Raskin hilang, bisa diperkirakan penyediaan beras di masyarakat berkurang sepuluh persen. Karena beras termasuk komoditas yang mendekati in-elastis, maka hilangnya Raskin sangat berpengaruh pada harga beras umum," ujarnya, ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu (6/12/2014).
Inflasi yang cukup tinggi pernah terjadi pada 2010, ketika ada keterlambatan penyaluran Raskin selama dua bulan. Dalam data inflasi yang diterbitkan Bank Indonesia maupun BPS, juga diungkapkan bahwa sumber tekanan inflasi Indonesia tidak hanya berasal dari sisi permintaan yang dapat dikelola oleh Bank Indonesia.
Adapun dari hasil penelitian, karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak, terutama dipengaruhi oleh sisi suplai (sisi penawaran) berkenaan dengan gangguan produksi, distribusi maupun kebijakan pemerintah. Selain itu, kejutan terhadap inflasi juga dapat berasal dari kebijakan pemerintah terkait harga komoditas strategis, yakni komoditas energi dan bahan makanan. Pada November 2014, misalnya, bahan makanan menyumbang inflasi sebesar 0,45 persen.
Sasmito mengungkapkan, konsumsi Raskin sejak 2003 lalu mencapai sepuluh persen dari total konsumsi beras nasional. Dengan komposisi tersebut, maka bisa dipastikan penghapusan Raskin akan mendongkrak inflasi, sehingga menyebabkan kejutan bagi perekonomian masyarakat.
Sementara itu, pakar Ekonomi Universitas Indonesia, Sulastri Surono menilai, rencana penghapusan Raskin hanya akan menguntungkan kalangan perbankan dan belum tentu bisa mengentaskan sekitar 90 juta jiwa penduduk miskin yang selama ini terbantu kebutuhan pangannya oleh raskin.
"Program e-money hanya menguntungkan perbankan. Anggaran subsidi pangan sebesar Rp20 triliun itu bisa dikelola perbankan. Ada perputaran uang di sana, dan jelas perbankan sangat diuntungkan. Tapi bisa enggak e-money ini mengentaskan rakyat miskin? Saya ragu. Tetapi dengan program Raskin selama ini, sudah jelas bisa menjamin kebutuhan pangan masyarakat terjamin," jelasnya.
Ia meminta pemerintah mengkaji ulang rencana penggantian raskin dengan e-money. Karena menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi UI itu, Raskin cukup efektif dalam menjaga kebutuhan pangan masyarakat. "Hanya perlu dibenahi kualitas Raskin dan pola distribusinya saja," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News