Melalui wakilnya yakni Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Pemerintah menyampaikan, kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat kerja Badan Anggaran (Banggar), bahwa Pemerintah menaruh defisit APBN pada kisaran 1,9-2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB).
"Kita upayakan melalui pendapatan dan kualitas belanja. Terkait rasio utang yakni 27-28 persen dari PDB. Kita ingin agar cost of fund (biaya utang) rendah dan digunakan untuk hal produktif," terang Bambang, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (6/6/2016).
Bambang menyampaikan, faktor eksternal memang masih menjadi kendala utama kinerja perekonomian nasional. Ada tiga faktor eksternal yang harus diwaspadai Indonesia pelemahan ekonomi global utamanya ekonomi Tiongkok yang menjadi mitra dagang utama Indonesia. Jika ekonomi negeri Tirai Bambu itu melemah, maka akan berdampak pada turunnya penerimaan ekspor Indonesia ke negara tersebut.
Selain itu, harga komoditas yang rendah ditandai dengan penurunan harga minyak bumi. Serta kebijakan moneter AS, yang mengindikasikan bahwa bank sentral AS, the Fed, akan menaikkan kembali tingkat bunga.
"IMF dalam world economic outlook 2017 menaruh target pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,5 persen tentunya lebih baik dari 2016 yang pada April diperkirakan 3,2 persen. Namun biasanya IMF di tengah jalan selalu melakukan revisi ke bawah, maka kita pantau terus," kata mantan Dekan FEUI ini.
Dengan melihat risiko dan perkiraan ekonomi global, lanjut Bambang, Pemerintah menyusun asumsi 2017 masih dalam kisaran. Untuk pertumbuhan ekonomi, Bambang menyebutkan ditaruh dalam kisaran 5,3-5,9 persen. Nilai tukar rupiah Rp13.650-Rp13.900 per USD, inflasi 3-5 persen, SPN tiga bulan 5-6 persen, harga minyak mentah Indonesia (ICP) USD35-45 per barel.
"Serta lifting minyak bumi 740-780 ribu barel per hari dan lifting gas 1.050-1.150 ribu barel per hari setara minyak," jelas Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News