"Melonjaknya utang pemerintah dan biaya bunga sudah lampu merah, karena melewati batas PDB (Produk Domestik Bruto). Ini betul-betul gawat. Artinya, ruang fiskal sudah sempit," kata Hafisz melansir Mediaindonesia.com, Kamis, 24 Juni 2021.
BPK dalam laporannya, mengungkap rasio utang Indonesia terhadap penerimaan sudah tembus 369 persen atau jauh di atas rekomendasi International Debt Relief (IDR).
Standar IDR, terang Hafisz, untuk rasio utang yang stabil berada di 92-176 persen. Dia menilai, rasio utang yang terus meningkat 41,65 persen bisa membuat kemampuan pemerintah menurun untuk membayar utang dan bunganya.
Politikus Partai Amanat Nasional itu juga menyebut, terjadi juga kelebihan ambang batas debt to service ratio yang direkomendasikan IMF (IDR) berkisar 25-35 persen. Saat ini saja telah mencapai 46,77 persen.
"Sebetulnya ini sudah menjadi peringatan keras bagi pemerintah dalam pengelolaan keuangan, karena dapat menciptakan fraud," jelas Hafisz.
Ia menambahkan, posisi utang pemerintah naik dibandingkan akhir 2019 lalu. Setiap satu tahun, menurut perhitungannya, utang negara bertambah Rp1.296,56 triliun dari akhir 2019 yang tercatat Rp4.778 triliun menjadi Rp6.074,56 triliun di 2020.
Selain itu, selama 2020 pula pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.647,78 triliun atau 96,93 persen dari anggaran. Sedangkan realisasi belanjanya mencapai Rp2.595,48 triliun atau 94,75 persen. Dengan demikian, fiskal mengalami defisit sebesar Rp947,70 triliun atau sekitar 6,14 persen dari PDB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News