"Kami memperkirakan pemulihan ekonomi nasional berlanjut tahun ini, yang didukung mobilitas masyarakat dan konsumsi rumah tangga yang terus meningkat, terkendalinya pandemi covid-19, serta pertumbuhan ekspor yang sangat tinggi," ujar Senior Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto, dalam Media Day, Kamis, 3 November 2022.
Dia memperkirakan pertumbuhan PDB kuartal III-2022 meningkat 5,6 persen YoY. Hal ini turut ditopang surplus neraca perdagangan Januari-September 2022 yang sangat tinggi dan mencapai USD39,9 miliar serta APBN periode Januari-September 2022 yang mencatatkan surplus Rp 60,9 triliun (0,33 persen terhadap PDB).
Perbaikan ekonomi domestik dan tingginya surplus neraca perdagangan tersebut, lanjut Rully, diharapkan dapat menopang pergerakan nilai tukar rupiah yang sempat mencapai Rp15.600 per USD dan tekanan terhadap harga obligasi pemerintah (surat berharga negara/SBN). Turunnya harga obligasi tersebut memicu kenaikan tingkat imbal hasil di pasar sekunder.
Baca: Menko Airlangga: Industri Minyak Sawit Beri Kontribusi Pemulihan Ekonomi |
Menurut dia, tekanan pada nilai tukar rupiah dan pasar obligasi disebabkan oleh naiknya suku bunga kebijakan AS yang cukup agresif tahun ini, mencapai 300 bps menjadi 3,25 persen hingga September. Besaran 100 bps setara dengan satu persen.
Dia mengatakan kenaikan suku bunga acuan tersebut juga terjadi di dalam negeri di mana BI-7DRRR naik 125 bps hingga 4,75 persen untuk menyikapi tingginya laju inflasi. Inflasi September dibukukan 5,95 persen, tertinggi sejak Oktober 2015, setelah kenaikan harga BBM bersubsidi pada awal September.
"Kami memprediksi FFR dapat naik lagi hingga 4,5 persen pada akhir tahun. Di dalam negeri, kami memprediksi inflasi periode 2022 akan mencapai 7,13 persen sehingga BI 7DRR dapat naik lagi 25 bps pada bulan ini menjadi 5 persen dari posisi sekarang 4,75 persen," jelasnya.
Fixed Income Research Mirae Asset Sekuritas Dhian Karyantono menjelaskan di pasar surat utang, terjadi tren penurunan harga SBN yang tercermin dari kenaikan yield seri acuan 10 tahun hingga 7,67 persen pada 25 Oktober 2022 sebelum cenderung melandai hingga 7,54 persen di akhir Oktober 2022.
Meski demikian, Dhian menilai kondisi pasar obligasi saat ini cenderung undervalued dan memprediksi harga obligasi 10 tahun bisa naik sehingga menekan yield-nya hingga ke level 7,26 persen pada akhir tahun dengan asumsi skenario moderat.
"Potensi melandainya yield SBN di akhir tahun dibanding kondisi saat ini dapat menjadi momentum untuk masuk ke instrumen SBN," tutur Dhian.
Head of Fixed Income Mirae Asset Sekuritas Nita Amalia mengatakan total transaksi obligasi pemerintah dan korporasi mengalami peningkatan 105 persen pada kuartal III-2022 ketimbang transaksi pada kuartal III-2021. Hal ini sejalan dengan kenaikan ranking bulanan perusahaan efek yang dirilis oleh Bursa Efek Indonesia dari rata-rata ranking pada 2021 dan 2020.
"Tahun ini, posisi Mirae Asset Sekuritas di pasar obligasi korporasi didominasi oleh peringkat empat nilai transaksi terbesar di antara 122 perusahaan efek, dan peringkat delapan nilai transaksi terbesar di pasar obligasi pemerintah," pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News