Darmin menjelaskan mata uang lira sebenarnya memang sudah melemah terhadap dolar AS. Pelemahan tersebut makin diperparah dengan kebijakan AS yang menerapkan bea masuk pada produk aluminium dan baja dari Turki.
Dia menjelaskan pelemahan yang diperparah awalnya disebabkan oleh permasalahan diplomasi politik yang mana ada pemuka agama AS yang ditahan oleh otoritas Turki karena dianggap ikut dalam aksi kudeta Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam beberapa tahun terakhir.
"Dia (pastur) ditahan, tahu-tahu Trump bilang lepasin orang itu kalau tidak saya akan kenakan bea masuk aluminium dan baja. Turki ditekan-tekan begitu enggak mau lah," kata Darmin ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin, 13 Agustus 2018.
Trump lantas menunaikan janjinya untuk menaikkan bea masuk tersebut yang kemudian dipandang pasar sebagai situasi yang berat karena selama ini kurs lira Turki memang tergolong yang paling besar pelemahannya.
"Trump marah kemudian dia bebankan bea masuk. Orang tahu kalau dibebankan bea masuk dengan produk yang cukup besar produksinya di Turki, pasti dia dampak kenanya besar. Kemudian terjadi pelemahan kepada mata uang Turki," tutur Darmin.
Pelemahan Lira Turki makin membuat dolar AS perkasa. Sebab investor akan lebih mencari pasar yang dinilai memiliki risiko yang aman ketimbang menaruh dananya pada negara yang tengah 'sakit'.
Hal inilah, lanjut Darmin yang akhirnya berdampak ke semua mata uang di negara berkembang termasuk pada mata uang Indonesia rupiah yang merosot terhadap dolar AS. Namun mantan Gubernur Bank Indonesia dampaknya ke mata uang Garuda hanya sementara.
"Sebenarnya euforia saja menurut saya, mestinya pengaruhnya ke rupiah enggak (lama). Jadi sebenarnya ini terlalu berlebihan. Memang Turki ada hal-hal khusus sehingga dia kena dampak tapi enggak mesti berlaku kepada negara lain," jelas dia.
Pelemahan Lira Turki membuat rupiah terpuruk ke level Rp14.600 per USD saat pembukaan pasar perdagangan pagi ini. Selain itu indeks harga saham gabungan (IHSG) juga dibuka terkoreksi hingga 100,184 poin atau setara 1,649 persen ke 5.976.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News