Gedung Bank Indonesia (MI/SUSANTO)
Gedung Bank Indonesia (MI/SUSANTO)

BI Diharapkan Tahan Suku Bunga Acuan

Husen Miftahudin • 25 April 2019 09:16
Jakarta: Bank Indonesia (BI) dinilai perlu menahan tingkat suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 24-25 April 2019. Penahanan tingkat suku bunga kebijakan bank sentral perlu dilakukan hingga cadangan devisa telah cukup terkumpul.
 
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Febrio Kacaribu mengatakan kinerja ekonomi domestik tercatat cukup baik. Terlihat dari tingkat inflasi yang sudah terlalu rendah, turun di batas bawah koridor BI yakni 2,5 persen. Inflasi telah mencapai tingkat terendah dalam satu dekade terakhir.
 
"Hal itu seiring dengan turunnya harga pangan dan komoditas. Pada Maret inflasi kembali menurun, lebih rendah dari ekspektasi hingga berada di bawah koridor menjadi 2,48 persen (yoy) dibanding 2,57 persen (yoy) di Februari 2019," ujar Febrio, dalam rilis perspektif LPEM UI yang diterima Medcom.id, di Jakarta, Kamis, 25 April 2019.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah relatif stabil seiring dengan menurunnya tekanan global dari meredanya potensi pembatasan perdagangan AS-Tiongkok. Kondisi itu menjadi sentimen utama dalam aliran modal masuk portofolio ke negara-negara berkembang.
 
Kinerja ekonomi domestik yang terus membaik dan minimnya sentimen negatif menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) juga menjadi penyebab lain mata uang Garuda perkasa. Soal membaiknya kinerja ekonomi domestik terlihat dari peningkatan akumulasi aliran modal masuk yang tercatat sebesar Rp91 triliun hingga pertengahan April 2019.
 
Sedangkan minimnya sentimen negatif dari pemilu tercermin dari hasil sementara presiden pemenang. "Kondisi tersebut mendorong ekspektasi investor dalam stabilitas politik, sehingga menghasilkan apresiasi rupiah lebih lanjut," urainya.
 
Di lain hal, kondisi neraca perdagangan sejauh ini lebih baik dari ekspektasi. Data terbaru menunjukkan sinyal pemulihan dengan surplus perdagangan yang tidak terduga dalam dua bulan berturut-turut, masing-masing sebesar USD0,3 miliar dan USD0,5 miliar.
 
Peningkatan ini telah membuat defisit perdagangan secara keseluruhan di kuartal I-2019 turun menjadi USD0,19 miliar dari defisit USD4,8 miliar di kuartal sebelumnya. Adapun surplus neraca perdagangan saat ini terutama disebabkan oleh pembalikan tren neraca nonmigas.
 
"Di mana impor nonmigas turun lebih cepat daripada penurunan ekspor nonmigas. Impor keseluruhan barang modal seperti mesin dan peralatan listrik mencatat penurunan signifikan pada 7,8 persen (yoy), komponen impor ini tumbuh sangat tinggi tahun lalu," beber Febrio.
 
Defisit perdagangan yang lebih rendah dari yang diperkirakan akan menurunkan defisit neraca transaksi berjalan untuk kuartal I-2019. Febrio memproyeksikan defisit pada kuartal I-2019 di 2,24 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dibanding 3,57 persen di kuartal IV-2018.
 
"Namun, struktur ekspor Indonesia yang masih sangat bergantung pada bahan baku impor masih akan menjadi sumber gangguan dalam proyeksi kinerja neraca transaksi berjalan sepanjang 2019. Namun demikian, kami memandang bahwa defisit neraca transaksi berjalan berpeluang untuk mencapai perbaikan ke sekitar 2,5 persen tahun ini," jelas dia.
 
Melihat penguatan rupiah, didukung aliran modal terus-menerus dan inflasi yang terjaga, Febrio menganggap bank sentral bisa mengakhiri pengetatan dan menyiapkan siklus pelonggaran moneter. Akumulasi cadangan devisa yang diperkirakan akan mencapai USD130 miliar dalam dua sampai tiga bulan ke depan akan menjadi barometer untuk sinyal pelonggaran ini.
 
"Namun, kami memandang bahwa BI akan memerlukan waktu tambahan sebelum mulai menurunkan tingkat suku bunga kebijakannya, setidaknya sampai cadangan devisa telah cukup terkumpul," ujar Febrio.
 
Untuk saat ini, sebut dia, dalam rangka memperluas pinjaman kredit dan menambah pertumbuhan nasional, BI bisa melonggarkan kebijakan makroprudensial. Salah satunya dengan menurunkan tingkat Giro Wajib Minimum (GWM).
 
"Stabilitas eksternal akan tetap relatif terjaga, namun perbankan mulai bisa diberi ruang bernafas mengingat likuiditas memang masih cukup ketat," pungkas Febrio.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan