Geliat Wirausaha Indonesia Muda

Pelangi Karismakristi • 20 Mei 2015 17:22
medcom.id, Jakarta: Tidak sedikit pengusaha yang putus asa karena usaha yang sudah payah dia bangun jatuh bangkrut. Tapi tidak sedikit pula lahir pengusaha baru yang sukses besar karena mampu bangkit dan mau mencoba hal baru meski mulanya coba-coba belaka.
 
Untuk katergori ke dua ini di antaranya adalah Cynthia Lamusu, Ria 'Cotton Ink', Rini dan Direz. Mereka berhasil menjalani dan memasarkan bisnisnya secara online.
 
Cynthia Lamusu pada mulanya terjun jadi pengusaha bidang fashion. Setelah empat tahun berjalan, butiknya tidak berkembang. Mantan vocalis grup B3 ini kemudian banting setir dengan berbisnis kuliner.

Hobi memasaknya menjadi modal awal wanita yang akrab dipanggil Thia ini. Hasil masakannya lantas dia unggah lengkap dengan resepnya ke akun instagram pribadinya.
 
"Niat awalnya buat narsis-narsisan aja. Setelah masak, aku foto lalu aku share resepnya," aku Thia. 
 
Produk kuliner yang ditawarkannya ini adalah nasi kepel. Ide datang dari nasi angkringan khas Yogyakarta dan nasi kuning Gorontalo, tanah kelahirannya.
 
Nasi kepel bikinan Thia memiliki beragam pilihan toping. Di antaranya dendeng roa, roa, dendeng daging suwir, jambal petai dan semur ayam. Lain dari pada itu, yang membedakan nasi kepel Thia dengan yang lain adalah nasi kepel ini khas Gorontalo. 
 
"Nah ini berkembang lagi karena suami saya orang Betawi, maka saya tambahkan jambal petai, terus Jawa-nya ada ayam semur. Jadi ada mulai dari  yang nggak pedes, sampai pedes," papar Thia panjang lebar. 
 
Dirinya mengaku sejak tahun 2011 memanfaatkan sarana sosial media untuk memasarkan produknya dan menjadikannya lahan bisnis. Bisnisnya berkembang pesat, kini Thia bahkan sudah memiliki dapur dan armada sendiri.
 
Lain Cynthia, lain pula dengan Ria 'Cotton Ink' yang membuka usaha printer t-shirt. Ria dan partnernya yang baru saja lulus kuliah waktu itu, enggan bekerja di kantoran. Sehingga mereka mencoba memadukan dua bidang grafik dan desainer menjadi sebuah lahan bisnis.
 
"Aku dan partner baru lulus kuliah, karena memang lulusan grafik dan desainer makanya kita mau mengawinkan kedua bidang itu, karena nggak mau kerja kantoran, kita bikin baju di tahun 2008, kita mulai dengan printer t-shirt," papar founder Cotton Ink ini.
 
Perempuan nyentrik ini mengaku tidak memiliki banyak modal untuk buka toko sehingga dengan adanya sosmed, ia bersama partnernya memanfaatkan sosmed untuk memasarkan produknya, yaitu lewat facebook.
 
"Kalau buka toko, modalnya banyak. Sekarang ada sosmed, kita modal kamera dan t-shirt, kita foto dan upload ke facebook. Ternyata sambutan dari tema-teman sangat baik dan dari situ kita berlanjut ke blogspot supaya bisa lanjut ke koleksinya," jelasnya.
 
Tidak mudah mengembangkan usaha ini, bahkan Ria mengaku sering bertengkar dengan partnernya demi memajukan usahanya. Dengan semakin banyaknya order yang berdatangan, ia membuat webstore pada 2009.
 
"Karena sambutan yang baik itu, akhirnya kita rasa berdua saja untuk jalanin bisnis ini dengan serius," ujar perempuan berkacamata ini.
 
Beralih ke pengusaha lain, adalah Ibu Rini, seorang pengrajin batik warna alam. Ibu Rini menyadari bahwa alam memiliki beragam tumbuh-tumbuhan yang jika diolah akan menghasilkan banyak warna. 
 
"Kita membawa uborampe dari bahan-bahan alami, kita punya anugerah dari Allah berbagai macam tumbuhan yang kalo diolah bisa menghasilkan banyak warna. Misalnya kayu secang yang biasa ada di wedang uwuh bisa menghasilkan warna oranye, bisa juga marun, atau merah tergantung dari kain dan campurannya," jelas Rini.
 
Ide awal usahanya ini berasal dari kegemarannya terhadap batik yang memakai pewarna kimia, maka dari itu ia dilarang oleh sang suami. Akhirnya Rini berusaha mencari akal sampai belajar di museum batik. Di museum batik ini Rini banyak belajar batik dan pewarnaannya.
 
"Di museum batik saya diajari bahwa mewarnai batik bisa lho dengan tanaman. Kalau kita mau menyelamatkan bumu makanya kita kembali ke bahan yang ramah lingkungan," jelas perempuan berkerudung ini.
 
Untuk mengembangkan usahanya, Ibu Rini menggandeng anak-anak muda yang kreatif, salah satunya Dires. Di sini Ibu Rini juga bermaksud untuk mengenalkan batik pada kalangan anak muda, bukan hanya sekedar batik, namun juga pewarnaan batik yang berasal dari alam.
 
Menurut Dires, pewarna alami yang awalnya dibawa oleh VOC ini menunjukkan kekayaan alam Indonesia sangat besar. "Sesuai namanya blues warnanya fokus ke biru, asalnya dari tanaman indigo vera yang sudah ada sejak zaman penjajahan. Pewarna alami ini dibawa oleh VOC, maka ini menunjukkan bahwa kekayaan Indonesia sangat besar dan patut dihargai," papar Dires.
 
Dires menambahkan fokus bisnis ini adalah online, alasannya karena biayanya murah dan mudah dilakukan, apa lagi passion Dires adalah web desainer. Selain itu, produk-produk yang dihasilkannya juga dibawa ke pameran atau expo.
 
"Fokus di online karena murah dan mudah dilakukan. Ya, main di sosmed juga instagram, jadi rajin memposting di sana sehingga kita mempunyai sesuatu yang otentik buat produk kita. Selain itu kita juga membawa produk fashion kain dan syal kita ke pameran," ujar Dires.
 
Penasaran dengan kelanjutannya? Simak perbincangannya dalam acara Idenesia (Ide untuk Indonesia) yang tayang di Metro TV pada Kamis (21/5/2015) pukul 22.30 WIB. Jangan lupa, ikuti kuis IDEnesia dan Galeri Indonesia Kaya dengan follow twitter @IDEnesiaTwit atau @IndonesiaKaya.  
 

 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LHE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan