Ketua Badan Pengurus Pusat Hipmi bidang Organisasi, Anggawira, mengatakan banyak kalangan pengusaha meminta pemerintah harus memperhatikan sektor riil dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Sebab, kedua sektor tersebut telah terbukti memiliki daya tahan, dibandingkan sektor finansial, serta membantu perekonomian Indonesia melewati masa krisis.
"Kita ambil contoh batik, persaingan dengan produk Tiongkok dan bayangan MEA harus dihadapi dan dipersiapkan. Nah, salah satu persiapannya adalah dengan kompetitifnya harga batik sehingga masyarakat lebih memilih produk lokal dengan penerapan PPN harga akan lebih tinggi untuk itu diperlukan terobosan sehingga dapat bersaing dengan produk luar yang susah mulai membanjiri pasar," ujar Anggawira, dalam siaran persnya yang diterima Metrotvnews.com, di Jakarta, Senin (16/11/2015).
Menurut Angga, jika produk padat karya ini membuat konsumen harus membayar PPN maka ini akan sangat memberatkan bagi konsumen. Sedangkan produk sejenis dari negara tetangga harganya bisa jauh lebih murah.
"Jauh lebih murh karena di negara asal pemeirintahnya memberikan berbagai insentif baik kredit ekspor, bunga murah bahkan insentif pajak, ini yang seharusnya menjadi contoh untuk Indonesia," ungkapnya.
Pengusaha lulusan doktor bidang manajemen itu mengambil batik sebagai contoh dan menurutnya masih banyak produk UKM lain lagi yang seharusnya tidak memberatkan para konsumen dan pelaku UKM.
"Batik adalah budaya bangsa, perkembangannya sangat di butuhkan demi kelestarian batik. Penghapusan PPN pada karya batik sangat krusial ini demi mencegahnya kepunahan pengrajin batik, Kalau pengrajin lesu karena PPN ini kan bisa gawat budaya kita," ujarnya.
Harapannya, batik harus didukung pemerintah dengan memberikan insentif pajak untuk meningkatkan kompetisi di dalam negeri. Angga menyatakan hal itu juga akan menunjang perkembangan kuantitas dan kualitas produk UKM yang semakin meningkat dan dapat menembus ke pasar global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News