Kepala BKPM Franky Sibarani (tengah). (FOTO: Antara/M. Agung Rajasa)
Kepala BKPM Franky Sibarani (tengah). (FOTO: Antara/M. Agung Rajasa)

Kemudahan Berusaha, Bukan Sekadar Naik Peringkat

Dian Ihsan Siregar • 08 April 2016 16:05
medcom.id, Jakarta: Upaya pemerintah untuk melakukan perbaikan kemudahan berusaha terus dilakukan terutama demi meningkatkan partisipasi pelaku usaha dalam negeri sekaligus mengakselerasi pertumbuhan perekonomian nasional.
 
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menilai, target pemerintah bukan hanya sekadar memperbaiki peringkat sesuai survei Ease of Doing Business (EODB) tetapi dimaksudkan perbaikan fundamental dengan melihat proses end to end untuk lebih memudahkan/menyederhanakan prosedur, mempercepat waktu penyelesaian perizinan dan nonperizinan, serta efisiensi biaya dalam melakukan kegiatan usaha.
 
Di samping hal-hal prosedural, menurut Franky, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pemerintah terus berupaya melakukan deregulasi melalui berbagai paket kebijakan. Dia menjelaskan bahwa saat ini sudah diterbitkan 29 peraturan dari rencana 40 peraturan yang akan diterbitkan untuk memperbaiki kemudahan berusaha di Indonesia.

"Perbaikan diharapkan meningkatkan partisipasi pelaku usaha dalam negeri dalam perekonomian nasional, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja yang pada akhirnya memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas. Perbaikan kemudahan berusaha melalui penyederhanaan perizinan merupakan bagian dari Nawa Cita Presiden," kata Franky, dalam siaran persnya, Jumat (8/4/2016).
 
Franky menyebutkan, perbaikan kemudahan berusaha akan berdampak positif pada iklim usaha yang nantinya akan bermuara pada perputaran penanaman modal di Indonesia. Dengan berbagai kemudahan yang telah diupayakan, maka kami optimistis bahwa perbaikan tersebut akan berdampak positif pada investasi baik dalam rangka PMDN maupun PMA.
 
Pernyataan Kepala BKPM tersebut sejalan dengan acara sosialisasi perbaikan kemudahan berusaha yang dilaksanakan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) bekerja sama dengan Asian Development Bank di Surabaya. Staf Ahli Bidang Pengembangan Daya Saing Nasional Menko Perekonomian Bambang Adi Winarso menambahkan bahwa saat ini kondisi dunia sedang dalam masa yang tidak menentu.
 
"Calon-calon penanam modal asing maupun dalam negeri saat ini sedang mencari tempat untuk menanamkan modalnya. Oleh karena itu, apabila terjadi perbaikan maka Indonesia dapat menjadi tempat bagi mereka menanamkan modalnya," jelas Bambang.
 
Bambang secara gamblang mengemukakan, meskipun berbagai perbaikan telah dilakukan oleh pemerintah, dirinya berharap para responden yang hadir dalam acara sosialisasi tersebut untuk tidak ragu-ragu mengkritik untuk perbaikan selanjutnya.
 
"Prinsipnya nanti kami akan lihat, apakah prosedurnya masih banyak? Kemudian apakah prosesnya masih lama? Berapa biayanya? Tiga informasi ini harus dapat memberikan kepastian kepada para pelaku usaha," tegas Bambang.
 
Bambang juga memaparkan bahwa salah satu indikator EODB yakni memulai usaha, pemerintah telah melakukan berbagai perbaikan diantaranya kalau dulu membutuhkan 13 prosedur, dengan lama 48 hari serta biaya Rp5,7 juta, maka setelah perbaikan yang dilakukan nantinya akan dipangkas menjadi maksimal menjadi tujuh prosedur, 10 hari, dan biaya Rp 2,7 juta.
 
Bambang pun menyinggung teknis pengisian survey yang cukup sulit. "Survei dilakukan dalam bahasa dan membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam. Ini yang coba dilakukan asistensi dengan menyiapkan website khusus terkait EODB.‎ Website tersebut adalah https://eodb.ekon.go.id/ yang memuat segala informasi terkait perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah.
 
Direktur Deregulasi BKPM Yuliot menambahkan korelasi antara negara yang berada di peringkat atas survei kemudahan berusaha yang identik dengan kemampuan untuk meningkatkan pendapatan per kapita lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang berada di posisi bawah.
 
"Contohnya Singapura yang menduduki peringkat teratas mereka meningkatkan pendapatan per kapita sebesar USD3.000 per tahunnya. Sementara Indonesia yang berada diposisi 109 tahun lalu memiliki pendapatan per kapita USD3.650," tutup Yuliot.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan