Namun, kata Sri, selama ini keberhasilan pertumbuhan dicapai dengan mengorbankan lingkungan yang akan berdampak sangat buruk bagi generasi mendatang.
"Sukses ini pun makan biaya tinggi dengan merusak lingkungan," terang Sri, dalam acara Indonesia Green Infrastruktur Summit 2015, di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (9/6/2015).
Satu negara yang mengalami hal ini, sebutnya, yakni Tiongkok. Perekonomian Tiongkok telah tumbuh dua digit selama beberapa dekade, namun mereka juga kehilangan sembilan persen dari Produk Domestik Bruto-nya (PDB) karena pertumbuhan yang tidak ramah lingkungan.
"Bila kita terus bertahan dengan cara lama, manfaat pertumbuhan ekonomi akan berkurang karena sumber daya alam akan habis dengan cepat, dan kita akan lebih rentan menghadapi perubahan iklim atau risiko kesehatan," ujarnya.
Kerusakan lingkungan, lanjut Sri, mempengaruhi semua orang. Namun yang paling menderita adalah kelompok masyarakat paling miskin, karena mereka lebih rentan terhadap iklim dan bahaya banjir. Mata pencaharian mereka menjadi tidak pasti.
"Tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia saja, diderita oleh mereka yang tinggal di daerah lingkungan yang rusak," tukas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News