"Secara keseluruhan tahun, transaksi berjalan ini tetap terkendali di bawah tiga persen. Jadi memang di akhir keseluruhan 2018, transaksi berjalan mencapai USD31,1 miliar atau 2,98 persen PDB," ungkap Direktur Eksekutif Kepala Departemen Statistik BI Yati Kurniati di kompleks perkantoran BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat, 8 Februari 2019.
Defisit tersebut, jelas Yati, terutama dipengaruhi oleh impor nonmigas yang tinggi, khususnya bahan baku dan barang modal sebagai dampak dari kuatnya aktivitas ekonomi dalam negeri di tengah kinerja ekspor nonmigas yang terbatas.
"Kenaikan defisit juga didorong oleh peningkatan impor minyak seiring peningkatan rata-rata harga minyak dunia dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) domestik," paparnya.
Posisi defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) selama 2018 lebih lebar ketimbang tahun sebelumnya. Sepanjang 2017, CAD tercatat sebesar USD17,3 miliar atau 1,7 persen dari PDB.
Meski demikian, capaian tersebut dinilai masih aman. Apalagi, realisasi CAD selama 2018 lebih baik dari perkiraan sebelumnya dengan proyeksi berada pada kisaran tiga persen.
"Jadi ini masih aman, terlebih ketika transaksi berjalan itu berhasil ataupun bisa cukup ditutup di financing. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketahanan eksternal kita tetap terjaga," tegas Yati.
Adapun transaksi modal dan finansial tercatat surplus sebesar USD25,2 miliar. "Meski di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global yang tinggi, transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang cukup signifikan karena ditopang aliran masuk modal berjangka panjang," pungkas Yati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News