Ilustrasi. FOTO: dok MI
Ilustrasi. FOTO: dok MI

Sudahkah Indonesia Merdeka dari Kemiskinan?

Angga Bratadharma • 14 Agustus 2023 12:48
Jakarta: Indonesia bakal merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus 2023. Berbagai macam pencapaian sudah terwujud dalam rangka menjalankan amanah undang-undang dan cita-cita bangsa. Hal itu juga termasuk mendorong pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
 
Paling baru, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat. ekonomi Indonesia triwulan II-2023 terhadap triwulan II-2022 tumbuh sebesar 5,17 persen (yoy). Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 15,28 persen.
 
Sementara dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 10,62 persen. Sedangkan perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan II-2023 mencapai Rp5.226,7 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp3.075,7 triliun.

Ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan II-2023 terlihat menunjukkan penguatan pada beberapa wilayah. Kelompok provinsi di Pulau Jawa menjadi kontributor utama ekonomi nasional dengan peranan sebesar 57,27 persen dan mencatat laju pertumbuhan sebesar 5,18 persen (yoy) dibandingkan dengan triwulan II-2022.
 
Menurut data BPS, di tengah perkiraan perekonomian global yang melambat di 2023 serta penurunan harga komoditas di pasar global, ekonomi Indonesia tumbuh konsisten di atas lima persen hingga triwulan II-2023, yang menandakan ketahanan dan prospek ekonomi Indonesia tetap baik.
Baca: Langka, Pemerintah Kaji Penyaluran Pupuk Bersubsidi

Sepanjang triwulan II-2023, kinerja ekonomi Indonesia didukung oleh peningkatan mobilitas masyarakat dan momen Hari Besar Keagamaan yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas produksi. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi triwulan 2-2023 terutama bersumber dari Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Transportasi dan Pergudangan.
 
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2023 terutama bersumber dari Konsumsi Rumah Tangga, Pembentukan Modal Tetap Bruto, dan Konsumsi Pemerintah. Struktur ekonomi Indonesia secara spasial masih didominasi wilayah Pulau Jawa. Sementara itu, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh wilayah Pulau Sulawesi

Pertumbuhan ekonomi turunkan tingkat kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pun turut berdampak positif terhadap turunnya tingkat kemiskinan di Tanah Air. BPS mencatat persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen atau menurun 0,21 persen poin terhadap September 2022 dan menurun 0,18 persen poin terhadap Maret 2022.
 
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang, menurun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022. Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2023 sebesar 7,29 persen, menurun dibandingkan dengan September 2022 yang sebesar 7,53 persen.
 
Sementara itu, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2023 sebesar 12,22 persen, menurun dibandingkan dengan September 2022 yang sebesar 12,36 persen. Dibandingkan dengan September 2022, jumlah penduduk miskin Maret 2023 perkotaan menurun 0,24 juta orang (dari 11,98 juta orang pada September 2022 menjadi 11,74 juta orang pada Maret 2023).
 
Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan menurun sebanyak 0,22 juta orang (dari 14,38 juta orang pada September 2022 menjadi 14,16 juta orang pada Maret 2023).
 
"Seiring kondisi ekonomi yang terus membaik, tingkat kemiskinan Maret 2023 mengalami penurunan dari September 2022. Namun demikian, tingkat kemiskinan masih lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi. Pada saat yang sama, tingkat ketimpangan yang ditunjukkan oleh nilai rasio gini mengalami peningkatan," kata BPS.

Resiliensi ekonomi terjaga

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menilai resiliensi perekonomian nasional terus terjaga. Hal itu mengacu pada penurunan tingkat kemiskinan seperti yang dilaporkan BPS.
 
"Penurunan angka kemiskinan pada Maret 2023 sejalan dengan terus menguatnya aktivitas ekonomi, menurunnya angka pengangguran, serta inflasi yang semakin terkendali," ujar Febrio.
 
Turunnya tingkat kemiskinan, lanjut Febrio, didukung oleh penyaluran bantuan sosial kuartal I-2023 yang terbilang efektif. Tercatat realisasi Program Keluarga Harapan (PKH) mencapai 89,3 persen, sementara Kartu Sembako mencapai 86,5 persen.
 
Pada Maret 2023, pemerintah juga menggulirkan tambahan bantuan pangan beras dalam rangka menjaga akses pangan rumah tangga miskin dan rentan serta menjaga stabilitas harga pangan.
 
"Pemerintah terus berkomitmen untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas, dan menjaga stabilitas inflasi sehingga dapat mengakselerasi penurunan tingkat kemiskinan hingga di bawah level prapandemi," jelas Febrio.
 
Ia menambahkan tren penurunan kemiskinan ini sejalan dengan fokus kebijakan jangka pendek pemerintah untuk mempercepat penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada 2024. "Dalam jangka panjang, penurunan kemiskinan akan menjadi pijakan untuk mencapai cita-cita Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi sebelum 2045," jelas Febrio.
 
Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengatakan program Corporate Social Responsibility (CSR) harus disalurkan secara tepat ke masyarakat kurang mampu. Dia mengimbau perusahaan menggunakan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang sudah dipadankan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) oleh pemerintah.
 
"Bagi perusahaan yang menyalurkan bantuan CSR-nya kepada kelompok masyarakat miskin ekstrem, saya imbau untuk memanfaatkan Data P3KE, yang sudah bernama, beralamat, dan berperingkat berdasarkan desil terbawah tingkat kesejahteraan," ujar Ma'ruf.
 
Pemerintah, kata Wapres, menargetkan kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024. Namun, pemerintah menyadari menghapuskan kemiskinan ekstrem membutuhkan kolaborasi berbagai pihak, termasuk swasta.
Baca: Jokowi: Pemimpin Selanjutnya Harus Berani Lanjutkan Hilirisasi Industri

Ma'ruf menilai perlu konvergensi program dan anggaran CSR untuk pengentasan kemiskinan dari pemerintah maupun pihak swasta. Lalu, dipastikan besaran bantuan yang diterima kelompok miskin ekstrem mencapai kebutuhan nilai manfaat.
 
"Penerima bantuan harus betul-betul yang memenuhi kriteria, dengan kata lain tepat penyaluran, tepat kualitas, dan tepat kuantitas," terang dia.
 
Dia menilai perusahaan dapat berkonsultasi dan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam pelaksanaan CSR. Seperti program mengurangi kantong-kantong kemiskinan, perusahaan CSR dapat berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
 
Sedangkan, program pemberdayaan ekonomi masyarakat, perusahaan CSR dapat berkoordinasi dengan Kemenko Bidang Perekonomian. Sehingga, program CSR dapat dirasakan langsung masyarakat.
 
"Dalam pengembangan desain program, penentuan wilayah dan jenis bantuan, termasuk keperluan pendampingannya, sekali lagi perlu dikoordinasikan dengan Kementerian Sosial bersama dengan instansi terkait lainnya," jelas dia.

Fokus untuk program produktif

Di sisi lain, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menekankan kepada para menteri dan kepala lembaga agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023 difokuskan untuk program-program yang produktif, terutama dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.
 
"APBN 2023 harus fokus menyelesaikan prioritas nasional, baik yang berkaitan dengan penurunan stunting, penurunan kemiskinan ekstrem, maupun juga ketahanan pangan, serta agenda menjelang pemilu," ujar Presiden.

 
Terkait Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), Presiden mendorong agar penggunaan anggaran tersebut dapat memacu pertumbuhan ekonomi di daerah. "Dana-dana ini harus memberikan dan memacu ekonomi daerah. Jangan sampai dana yang ditransfer tidak memberikan efek memacu ekonomi di daerah," kata dia.
 
Lebih lanjut, Kepala Negara meminta jajaran terkait untuk memastikan agar prioritas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) selaras dengan APBN.
 
"Artinya, sinkron dengan prioritas nasional yang telah saya kira bolak-balik saya sampaikan, terutama yang berkaitan dengan ekonomi kerakyatan, yang berkaitan dengan ekspor, dan yang berkaitan dengan investasi,” kata Presiden.

 
Presiden juga meminta pihak terkait, pusat, dan daerah, bekerja sama menekan laju inflasi agar berada di bawah lima persen. 'Saya yakin setelah keluar masuk pasar, lihat stabilitas harga, saya melihat peluang itu sangat mudah apabila dikerjakan bersama-sama, sama seperti pada saat kita menyelesaikan pandemi covid-19 yang terjadi di negara kita,” ujar dia.
 
Upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan memang cukup terlihat nyata. Bahkan, Presiden RI Joko Widodo sudah menerbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
 
Inpres yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 8 Juni itu diterbitkan dalam rangka penghapusan kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah RI pada 2024 melalui keterpaduan dan sinergi program, serta kerja sama antarkementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.
 
"Mengambil langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan untuk melakukan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dengan memastikan ketepatan sasaran dan integrasi program antarkementerian/lembaga dengan melibatkan peran serta masyarakat yang difokuskan pada lokasi prioritas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem," bunyi Inpres itu.

Langkah pengentasan kemiskinan diapresiasi

Di sisi lain, Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengaku mengapresiasi pencapaian pengentasan kemiskinan ekstrem di Indonesia dalam 20 tahun terakhir. Hal itu merespons Bank Dunia yang merilis laporan bertajuk 'Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security'.
 
Di sana dilaporkan bawa terjadi penurunan tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia dari 19 persen di 2002 menjadi 1,5 persen pada 2022. Kendati demikian, ia menegaskan, perlu dicatat perhitungan yang dilakukan oleh Bank Dunia masih menggunakan asumsi Purchasing Power Parity (PPP) sebesar USD1,9 per kapita per hari.
 
"Sedangkan saat ini World Bank sudah menggunakan asumsi PPP sebesar USD2,15 per kapita per hari, jika menggunakan asumsi terbaru tentu angka kemiskinan ekstrem kita bertambah," tutur Anis.
 
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI itu berharap pemerintah lebih responsif dan menyiapkan program pengentasan kemiskinan ekstrem dengan fokus dan tepat sasaran. Ia mengatakan fokusnya tetap mencakup rumah tangga yang secara ekonomi tidak aman dan rentan jatuh kembali ke dalam kemiskinan.
Baca: Pemerintah Siapkan 3 Instrumen Mitigasi untuk Antisipasi El Nino

Apalagi, Bank Dunia telah menaikkan ketentuan batas untuk kelas penghasilan menengah ke bawah dari USD3,20 menjadi USD3,65 per orang per hari.
 
"Sekiranya batas kelas penghasilan menengah bawah dinaikkan seperti saran Bank Dunia dari USD3,2 menjadi USD3,65 per kapita per hari, maka akan terlihat penduduk sangat rentan secara ekonomi, apabila terjadi guncangan seperti pandemi atau kondisi ekonomi lainnya, mereka dengan cepat jatuh dibawah garis kemiskinan" ujarnya.
 
Sementara itu, Direktur Eksekutif dari Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira khawatir tingkat kemiskinan di Indonesia akan bertambah jauh lebih besar pada tahun ini imbas dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Penambahan bahkan sudah terjadi sebelum pemerintah melakukan penyesuaian terhadap harga bensin itu.
 
"Yang perlu dikhawatirkan adalah angka kemiskinan setelah harga BBM subsidi naik," kata Bhima.
 
Bahkan, dia menilai, peningkatan jumlah penduduk miskin tak sejalan dengan angka-angka pemulihan ekonomi di dalam negeri. "Angka kemiskinan harusnya menurun karena sudah masuk fase pemulihan ekonomi, jika yang terjadi justru kenaikan ini anomali," kata dia.

 
Bhima menyarankan agar pengambil kebijakan segera mengambil langkah yang tepat dan konkret. "Stabilitas harga pangan mendesak untuk dikelola dengan baik, terutama beras yang riskan menyumbang porsi yang besar ke inflasi. Pembukaan lapangan kerja pun menjadi tugas pemerintah, dengan mendorong stimulus ke dunia usaha secara tepat sasaran," pungkas Bhima.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan