Proyeksi itu akan tercapai meskipun gejolak ketidakpastian global masih akan besar sepanjang tahun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, untuk mengatasi kondisi itu pemerintah akan menjaga kondisi fiskal tetap sehat, sehingga mampu menjadi bantalan untuk mempertahankan shock absorber dan mendukung pertumbuhan ekonomi di 2024.
"Pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2 persen di 2024," kata Febrio dalam siaran pers dikutip Kamis, 4 Januari 2024.
Ia menyebutkan, risiko-risiko global perlu terus dicermati seperti tingkat suku bunga yang masih tinggi, peningkatan tensi geopolitik, geoeconomics fragmentation, peningkatan volatilitas sektor keuangan, serta peningkatan risiko debt distress bagi negara-negara dengan tingkat utang tinggi.
Baca juga: Konsumsi Masyarakat Jadi Kunci Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5,2% di 2024 |
Sebagai langkah antisipatif atas berbagai dinamika global tersebut, lanjut dia, APBN diarahkan untuk menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat.
Di saat yang bersamaan, pemerintah akan terus melakukan asesmen terhadap dampak dinamika global terhadap perekonomian domestik serta meningkatkan kewaspadaan.
"Headwind ekonomi global di 2024 masih akan besar. Fragmentasi global, dekarbonisasi, dan digitalisasi masih akan tetap menjadi faktor utama yang akan membentuk dinamika ekonomi global dalam jangka pendek sampai menengah," tutur dia.
Realisasi APBN 2023
Menurutnya, realisasi sementara APBN di 2023 menunjukan kinerja yang solid dan kredibel sebagai shock absorber. Selain menopang agenda pembangunan APBN juga mampu menjaga stabilitas ekonomi, melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan dengan tetap menjaga keberlangsungan fiskal.Pelaksanaan kinerja APBN di 2023 mencatatkan kinerja yang positif, seperti pendapatan negara tercatat Rp2.774,3 triliun, atau 12,6 persen di atas target awal APBN 2023, ditopang oleh penerimaan pajak yang tumbuh 5,9 persen, dan kinerja PNBP yang meningkat signifikan ditopang oleh kinerja BUMN dan inovasi layanan.
Capaian ini tidak terlepas dari kuatnya kinerja penerimaan perpajakan di tengah moderasi harga komoditas global yang ditopang oleh aktivitas ekonomi yang resilien serta hasil reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan yang digulirkan pemerintah di akhir 2021.
Belanja Negara terserap optimal mencapai Rp3.121,9 triliun atau 102 persen dari pagu APBN sehingga mampu menopang aktivitas ekonomi, melindungi daya beli dan mendukung berbagai agenda pembangunan (penurunan stunting, penurunan kemiskinan ekstrem, mitigasi El Nino, persiapan Pemilu, Pembangunan IKN dan infrastruktur prioritas).
Keseimbangan primer mencatatkan surplus sebesar Rp92,2 triliun, merupakan surplus yang pertama sejak 2012. Secara keseluruhan, defisit fiskal pada 2023 tercatat 1,65 persen PDB jauh lebih rendah dari target APBN sebesar 2,84 persen, serta defisit fiskal tahun lalu 2,35 persen PDB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News