Inspektur VII Kemenkeu Alexander Zulkarnain mengatakan sistem AMS termasuk dalam interaksi dengan klien pengawasan dan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan. AMS sendiri sudah digunakan oleh auditor Itjen sejak tujuh tahun lalu.
"AMS ini adalah backbone-nya. Di sana sudah terekam semua kerja kami, baik akuntabilitasnya maupun kualitasnya. Jadi kerja kami semakin akuntabel," kata dia dilansir dari laman resmi Kemenkeu, Rabu, 9 Desember 2020.
Saat ini, Itjen tengah mengembangkan predictive analytic and prescriptive analytic, sehingga nantinya bisa memberikan masukan dalam penyusunan kebijakan dan memperkirakan outcome dari suatu kebijakan.
Tantangan era pandemi muncul dalam pengawasan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Implementasi program PEN menghendaki eksekusi belanja harus dilakukan cepat, tepat sasaran, tepat guna, dan akuntabel.
“Kami jaga supaya tidak ada moral hazard. Kemudian, dari sisi pertanggungjawaban, ini jelas menyangkut jumlah yang tidak sedikit, ratusan triliun. Belanjanya juga tak terduga, unprecedented, dari perumusan kebijakan sampai realisasi. Perlu diperhatikan bagaimana akuntabilitasnya, pencatatannya, dan penggolongannya,” tegasnya.
Itjen berusaha memastikan seluruh transaksi dicatat dan dilaporkan sesuai ketentuan, serta memastikan tidak ada pelanggaran ketentuan dan penyalahgunaan anggaran dalam pelaksanaannya. Tak hanya itu, mereka juga menjalin kerja sama dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) K/L lain, bahkan juga auditor intern perbankan.
“Program PEN ini multi channel, multi output, dan multi content. Kami semua harus bisa berkoordinasi,” tutur Alexander.
Unit Kepatuhan Internal (UKI) dibentuk sebagai lini pengawasan kedua setelah Itjen. Harapannya, UKI dapat mendeteksi indikator terjadinya fraud sejak awal di seluruh Indonesia. UKI juga dilengkapi dengan sebuah perangkat panduan untuk mendeteksi indikator terjadinya fraud, yakni Fraud Risk Scenario (FRS).
Untuk memperkuat peran pengawasan internal sebagai early warning tools dalam pencegahan fraud, Itjen menerapkan beberapa langkah. Pertama, pendekatan pengawasan risk based audit, yaitu pengawasan yang akan mengidentifikasi proses bisnis berisiko tinggi.
“Kami juga melakukan data analytics terhadap data Kemenkeu yang ada di Sistem Layanan Data Kemenkeu (SLDK) untuk menemukan anomali dan titik-titik rawan,” ungkap Inspektur Bidang Investigasi Itjen Kemenkeu M. Dody Fachrudin.
Kedua, peningkatan komunikasi antar lini melalui kegiatan 'Irjen Menyapa' yang mengundang kantor-kantor vertikal di seluruh Indonesia. Ketiga, kampanye anti korupsi dan saluran pengaduan via media sosial dan juga mendorong masyarakat untuk melaporkan pelanggaran di Kemenkeu melalui saluran pengaduan WISE (Whistleblowing System).
Tercatat, pengaduan fraud terbanyak adalah penyalahgunaan wewenang, gratifikasi, dan pengadaan barang/jasa, sedangkan mayoritas pengaduan non-fraud terkait pelayanan kepada pihak internal dan eksternal Kemenkeu, pelanggaran administrasi kepegawaian, dan pelanggaran prosedur.
Tidak lupa membangun budaya anti gratifikasi melalui transformasi budaya internal dan eksternal. Komitmen pimpinan sangat penting untuk membangun lingkungan bersih dan bebas gratifikasi sehingga mendorong transformasi budaya internal.
Sementara itu, transformasi budaya eksternal dapat dilakukan melalui public campaign, supaya masyarakat tidak menawarkan apapun saat berinteraksi dengan Kemenkeu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News