Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai stagnannya peringkat Indonesia itu masih bisa ditolerir. Hal itu lantaran beberapa upaya perbaikan yang belum selesai secara tuntas.
"Proyek listrik 35.000 MW hingga kini belum selesai, bahkan ada kemungkinan akan ditunda target waktu penyelesaian. Reformasi perizinan yang panjang dan berjenjang tidaklah mudah dituntaskan karena tidak hanya melibatkan berbagai instansi pusat, tetapi juga intansi di daerah," katanya ketika dihubungi di Jakarta, Minggu, 27 Oktober 2019.
Demikian juga dengan kemudahan prosedur ekspor-impor, meskipun sudah ada perbaikan dinilainya masih saja dirasakan masih rumit dan memakan waktu. Hal tersebut menurutnya masih jauh dari sederhana jika dibandingkan dengan prosedur ekspor-impor di Singapura dan Malaysia, bahkan dibanding Vietnam.
Untuk itu, ia berharap adanya omnibus law bisa memangkas regulasi yang dinilai menghambat kemudahan berbisnis di Indonesia. Selain itu bisa omnibus law juga dapat menarik investor asing dan membuat proses perizinan menjadi lebih efisien baik dari segi waktu maupun biaya. Hal itu dinilainya bisa mendorong peringkat Indonesia menjadi lebih baik dan bahkan bisa mencapai target urutan 40 dunia.
Fahmy juga menambahkan selain kemudahan perizinan, pemerintah juga perlu tegas terkait kepastian hukum. Menurutnya kepastian hukum selama ini juga menjadi keluhan para investor dalam melakukan investasi di Indonesia. Perubahan aturan dalam waktu singkat justru menaikkan tingkat ketidakpastian hukum di Indonesia.
"Pelemahan KPK melalui revisi UU KPK diperkirakan akan lebih memberikan ruang bagi koruptor untuk melakukan korupsi dan suap di berbagai bidang usaha sehingga menyebabkan high cost economy, yang ujung-ujungnya investor tidak mau investasi di Indonesia," tuturnya.
Menurutnya tanpa reformasi dan perubahan menyeluruh terhadap berbagai variabel yang menjadi indikator penilaian EoDB dan kepastian hukum, peringkat Indonesia akan sulit naik. Kalau pun terjadi kenaikan peringkat, itu tidak akan signifikan alias stagnan pada peringkat 70-an atau bahkan menurun. (Faustinus Nua)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News