Ilustrasi -- FOTO ANTARA/Prasetyo Utomo
Ilustrasi -- FOTO ANTARA/Prasetyo Utomo

Target Pajak Pemerintah Gencet Pengusaha

Rizky Noor Alam • 04 Februari 2015 20:03
medcom.id, Jakarta: Pemerintah menargetkan penerimaan pajak, bea dan cukai 2015 sebesar Rp1.484,6 triliun yang terdiri dari pajak nonmigas Rp1.244,7 triliun, bead an cukai Rp 188 triliun, dan Pajak Penghasilan (PPh) migas Rp55,5 triliun.
 
Realisasi penerimaan pajak pemerintah sendiri pada 2014 adalah Rp1.058,3 triliun, jika dihitung penaikan penerimaan pajak, bea dan cukai pada 2015 akan naik 40,3 persen dari tahun sebelumnya. Target tersebut sangat fantastis mengingat kondisi ekonomi dunia yang masih belum membaik dan kondisi perlambatan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
 
"Sebagai penyumbang terbesar pendapatan pajak, kami mewakili dunia usaha berpendapat pertama dunia usaha kadin mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan pajak. Namun bagaimana caranya mencapai target itu dengan cara yang logis, realistis, dan produktif," ungkap Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Suryo Bambang Sulisto, saat konferensi pers, di kantor Kadin, Jakarta, Rabu (4/2/2015).

Dia menambahkan, ada baiknya jika pemerintah melakukan cara-cara yang elegan daram menggenjot penerimaan target pajaknya tersebut. "Mungkin pemerintah kurang memahami tantangan yang dihadapi dunia usaha, akhirnya dalam menetapkan ini tidak pas," imbuhnya.
 
Sementara itu dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menjelaskan peningkatan target pendapatan pajak tersebut tidak realistis, mengingat masih terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi, bahkan dibeberapa komoditas indistri seperti kelapa sawit dan batu bara tengah mengalami penurunan harga yang signifikan, sektor properti juga mulai stagnan, ditambah sektor retail dan pariwisata yang juga mengalami penurunan pertumbuhan.
 
"Menurut kami pemerintah harus punya road map yang jelas dan masuk akal serta memetakan secara realistis sumber-sumber penerimaan pajak itu. Selain itu, target penerimaan pajak juga harus berjenjang diiringi dengan program pembinaan ke masyarakat agar mereka sadar untuk bayar pajak," ungkap Hariyadi.
 
Baginya, kenaikan penerimaan pajak yang dilakukan secara langsung (40,3 persen) dapat menimbulkan kepanikan pada pelaksanaan pajak, kegelisahan pelaku usaha, dan ekses-ekses pada dunia usaha.
 
"Untuk mencapai target itu Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai akan banyak keluarkan kebijakan dan peraturan baru yang dapat meresahkan dunia usaha, yang artinya kalau dunia usaha tidak berkembang maka tidak ada juga penerimaan pajaknya," imbuh Hariyadi.
 
Contoh-contoh permasalahan pajak di beberapa bidang seperti property, retail dan pelayaran adalah di sektor properti pemerintah berencana menurunkan batasan kategori barang sangat mewah dari Rp10 miliar menjadi Rp2 miliar sedangkan menurut masyarakat pada umumnya property seharga Rp2 miliar bukanlah sebuah barang mewah lagi yang dikenakan Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
 
"PPnBM dengan tarif 20 persen dan penurunan batasan barang sangat mewah menjadi Rp2 miliar akan membuat lesu bisnis properti," ungkap Ketua Komite Tetap Kebijakan Bidang Properti dan Kawasan Industri Kadin, Teguh Satria dalam kesempatan yang sama.
 
Teguh pun menyarankan untuk menyelesaikan hal itu ada baiknya jika pemerintah membuat terobosan aturan seperti aturan Real Estate Investment Trust (REIT) seperti yang diterapkan di Singapura. Selain itu mengenai PPnBM ada baiknya jika pengenaannya dilakukan secara berjenjang dari 5-20 persen, memperbolehkan warga asing membeli properti di Indonesia sehingga dapat dikenai pajak yang tinggi, serta melakukan ekstensifikasi wajib pajak yang belum terdaftar, terutama para pengembang-pengembang pribadi yang tidak terdaftar.
 
Masalah dibidang retail, ada baiknya pemerintah meninjau ulang soal pelarangan penjualan minuman beralkohol di bawah lima persen di minimarket. Pemerintah seharusnya tidak memberlakukan aturan itu secara general dan harus mempertimbangkan kondisi daerah dan potensi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan asing, peraturan semacam itu ada baiknya jika diserahkan ke pemerintah daerah setempat.
 
"Kami mengusulkan agar pemerintah memiliki road map pajak, bead an cukai tentang penerimaan selama lima tahun mendatang agar jelas dan realistis. Hal tersebut dapat dilakukan dengan ekstensifikasi pajak seperti memperluas data base wajib pajak bagi badan atau pribadi yang melakukan kegiatan usaha dalam bentuk perorangan. Lakukan intensifikasi pajak bagi wajib pajak yang tidak patuh agar ada efek jera, mencukupi jumlah SDM perpajakan, dan tax amnesty," kata Haryadi.
 
Terkait dengan tax amnesty, secara lebih detil Haryadi menjelaskan bahwa hal tersebut harus dipersiapkan dengan matang baik secara scenario dan dukungan politiknya, karena kalau dipersiapkan dengan baik dan diterapkan dengan benar maka uang-uang Indonesia yang tersebar di luar negeri akan kembali.
 
"Contoh, hal ini terjadi dengan Italia di 2003, mereka bisa repatriasi sampai 80 miliar euro, dan yang kelimpungan saat itu adalah Swiss karena uangnya banyak ditaruh di Swiss, kalau kita ini kan di Singapura uangnya," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan