"Tentunya kondisi ini menjadi momok sehingga memang kita melihat adanya tekanan stagflasi," tutur Solikin, dikutip dari Antara, Rabu, 7 September 2022.
baca juga: BI Diramal Bakal Kembali Tahan Suku Bunga Acuan |
Ia menjelaskan ancaman stagflasi global akan memberi dampak kepada Indonesia melalui tiga jalur yakni perdagangan dengan adanya pelemahan ekspor, komoditas dengan kenaikan harga, serta keuangan yang memicu respons kebijakan dari negara maju.
Meski begitu, kata dia, patut disyukuri Indonesia sampai saat ini merupakan salah satu negara yang cukup berdaya tahan, lantaran masih bisa tumbuh 5,44 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada triwulan II-2022.
Dari sisi eksternal, lanjutnya, neraca pembayaran Indonesia juga sangat bagus dengan tekanan nilai tukar yang terkelola lebih baik dibanding negara lain meski terdepresiasi.
Namun Solikin menyebutkan permasalahan domestik saat ini memang sedang terfokus pada inflasi dari sisi pasokan dan global.
"Apalagi di tengah-tengah mobilitas masyarakat yang memang mulai meningkat," katanya.
Ia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap harus dijaga karena belum terlalu kuat untuk menghadapi berbagai ketidakpastian global. Di sisi lain, kata dia, kebijakan moneter akan diarahkan kepada stabilitas baik melalui kebijakan suku bunga acuan, stabilisasi nilai tukar rupiah serta pengetatan likuiditas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News