Hal ini sejalan dengan tema yang dipilih untuk Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022 adalah Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural. Bahkan, ia menyebut reformasi ini sudah dilakukan sejak 2020 dan berlangsung hingga saat ini.
"Bagaimana saat menghadapi krisis yang sebenarnya masih tinggi ketidakpastiannya ini, kita tetap menyadari bahwa apa yang dibutuhkan itu harus didorong dengan segera. Inilah mengapa pada tahun lalu terbit UU Cipta Kerja," kata Febrio dilansir dari laman resmi Kemenkeu, Sabtu, 26 Juni 2021.
Analis Kebijakan Madya BKF Rahadian Zulfadin menambahkan, krisis akibat pandemi menjadi tantangan yang harus dihadapi pemerintah. Reformasi perlu dilakukan agar Indonesia berpeluang untuk tumbuh di atas enam persen.
"Kalau tanpa reformasi, kita tidak akan pernah bisa tumbuh di atas enam persen. Dengan reformasi, kita ada peluang untuk tumbuh di atas enam persen. Angka ini adalah angka ekonomi yang menurut studi dari Bappenas dan Asian Development Bank akan membawa Indonesia menjadi negara maju pada 2035," ujar Rahadian.
Ia menyebut, Indonesia sudah mulai mengalami aging population pada 2035. Jika saat ini masih banyak sekali anak muda usia kerja, pada tahun tersebut jumlah mereka akan menurun. Penduduk yang sudah mulai menua dan tak produktif lagi justru kian bertambah.
"Tumbuh enam persen sebelum itu sangat penting. Di situlah pentingnya reformasi struktural. Di sisi lain, reformasi struktural perlu diimbangi dengan reformasi fiskal," ungkapnya.
Reformasi fiskal akan diarahkan untuk optimalisasi pendapatan negara, penguatan belanja yang berkualitas, dan pembiayaan kreatif. Upaya reformasi fiskal perlu dilakukan untuk mendorong terciptanya pengelolaan fiskal yang semakin sehat seiring konsolidasi fiskal pada 2023.
"Fiskal itu instrumen utamanya APBN. APBN itu ada pendapatan, belanja, pembiayaan. Reformasi fiskal harus dilakukan secara hati-hati supaya justru tidak menimbulkan dampak negatif ke perekonomian," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News