Pada saat pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 terkontraksi hingga 5,32 persen, pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh negatif sebesar 5,51 persen (yoy). Pun pada saat pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 yang terkontraksi sebesar 3,49 persen, pengeluaran konsumsi rumah tangga juga negatif 4,04 persen.
"Memang porsi terbesar (pertumbuhan ekonomi) adalah konsumsi rumah tangga. Tapi (di kuartal III-2020) ada perbaikan pertumbuhan di sektor konsumsi rumah tangga, ada perbaikan sekitar dua persen akibat penyaluran BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang sudah mulai berdampak," ujar Yustinus dalam acara Polemik Trijaya tentang Efek Resesi di Tengah Pandemi yang juga disiarkan secara virtual, Sabtu, 7 November 2020.
Menurut Yustinus, masih rendahnya konsumsi rumah tangga karena kelompok ekonomi menengah atas masih menahan berbelanja. Terkait hal ini ia berharap agar kelompok menengah atas kembali berani berkonsumsi di tengah upaya pemulihan ekonomi dan penanggulangan covid-19.
Di sisi lain pemerintah juga sedang menggodok dan fokus untuk menjadi offtaker dalam menyerap produksi (supply). Peran pemerintah menjadi offtaker bertujuan untuk mendorong penciptaan permintaan (demand) masyarakat.
"Sebagai contoh, kita (pemerintah) misalnya membeli untuk pengadaan pakaian olahraga dan sepatu sekolah untuk anak-anak sekolah. Itu kan menciptakan demand dalam negeri sekaligus juga menggerakkan perekonomian," paparnya.
Contoh lain, pemerintah bisa menjadi offtaker untuk menyerap bahan pangan yang dihasilkan para petani. Penyerapan bahan pangan itu kemudian oleh pemerintah bisa diolah dan dikonsumsi secara gratis oleh masyarakat.
"Itu juga contoh-contoh offtaker yang bisa dilakukan pemerintah. Beberapa pemerintah daerah (pemda) sudah memulai itu. Kemarin itu ada pemda yang membeli misalnya sambel pecel dan kemudian dibagikan ke masyarakat. Ini yang terus kami elaborasi," pungkas Yustinus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News