Jika kenaikan pertalite hingga mencapai Rp10 ribu per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0,97 persen, sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 persen year on year (yoy).
"Opsi penaikkan harga BBM subsidi bukan pilihan tepat. Dengan porsi konsumen yang di atas 70 persen sudah pasti akan menyulut inflasi," kata dia dalam keterangan resminya, Sabtu, 20 Agustus 2022.
Fahmy menuturkan, dengan perkiraan inflasi sebesar itu akan memperpuruk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen.
"Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu. Pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga pertalite dan solar pada tahun ini," tambahnya.
Ia mengetahui beban APBN untuk subsidi energi semakin membengkak hingga mencapai Rp502,4 triliun. Bahkan bisa mencapai di atas Rp600 triliun jika kuota pertalite ditetapkan sebanyak 23 ribu kilo liter.
Baca juga: Luhut Beri Sinyal Kenaikan Harga BBM Diumumkan Minggu Depan |
Namun, ada cara lain yang bisa dilakukan pemerintah, yakni dengan pembatasan ketat penyaluran BBM subsidi tersebut yang sekitar 60 persen dianggap tidak tepat sasaran.
"MyPertamina tak efektif membatasi BBM agar tepat sasaran. Bahkan menimbulkan ketidakadilan dengan penetapan kriteria mobil 1.500 cc ke bawah yang berhak menggunakan BBM subsidi," kata Fahmy.
Menurutnya, pembatasan BBM subsidi paling efektif pada saat ini adalah menetapkan kendaraan roda dua dan angkutan umum yang berhak menggunakan pertalite dan solar. Di luar sepeda motor dan kendaraan umum, konsumen harus menggunakan pertamax ke atas.
Untuk itu, lanjut Fahmy, kriteria sepeda motor dan kendaraan umum yang berhak menggunakan BBM subsidi segera saja dimasukan ke dalam Perpres Nomor 191/2014 sebagai dasar hukum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News