Menurut dia, pemerintah bisa saja mendapatkan pinjaman langsung dari AIIB. Hanya saja pemerintah mendorong pembiayaan dilakukan melalui kerja sama AIIB dengan swasta, misal Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Pembiayaan Investasi Non-Anggaran (PINA) pemerintah.
"Jadi tidak menambah beban utang pemerintah. Itu inti pembiacaraan kita," kata Bambang di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 29 Agustus 2018.
Meski begitu, Bambang belum bisa merinci berapa besar pinjaman yang akan diberikan oleh AIIB kepada Indonesia. Pada tahap awal, pemerintah akan memberikan daftar proyek yang memungkinkan dibiayai oleh AIIB, atau kerja sama antara AIIB dengan swasta.
Dirinya menambahkan, pinjaman multilateral bisa jadi pilihan dalam kondisi seperti sekarang ini. Apalagi surat berharga negara (SBN) juga tertekan akibat penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang dibarengi dengan kenaikan suku bunga di Negeri Paman Sam tersebut.
"Maka tentunya kebutuhan pembiayaan sebagian bisa di-handle oleh pinjaman seperti dari AIIB. Tentunya kelebihan lain, ini multilateral development bank kategorinya, maka dia tidak punya persyaratan yang mengharuskan pakai teknologi tertentu atau keharusan-keharusan yang mengikat lainnya," jelas dia.
Selain itu, Bambang menyebut bunga pinjaman yang ditawarkan oleh AIIB juga lebih murah. Bahkan jika dibandingkan dengan bunga dari bank komersial ataupun pembiayaan yang didapatkan dari pasar seperti surat utang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News