Koordinasi tersebut dilakukan untuk saling berbagi informasi terkait situasi pasar dan respons pasar terhadap kebijakan otoritas yang ada. Ia mengklaim koordinasi yang dilakukan selama ini sudah merupakan bentuk antisipasi terhadap krisis moneter yang tidak dapat diprediksi datangnya.
"Kita siap saja. Krisis itu bisa karena faktor domestik atau internasional. Saling berkaitan. Yang penting semua bersiap. Kita akan merumuskan kebijakan dalam rangka merespons kondisi market," imbuhnya, di Gedung A Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (27/2/2015).
Sebuah negara bisa dikatakan sedang menuju krisis moneter jika melewati tiga tingkatan. Fase pertama, modal asing masuk melalui perbankan. Fase kedua, modal asing masuk lewat pasar modal dan terakhir modal-modal asing tersebut keluar alias tidak lagi berinvestasi.
"Itu bisa membuat goyang kan. Masuk lalu keluar," tutur Director of Graduate Study Regional Science Johnson Graduate School of Management Cornell University, Iwan J Azis, di tempat yang sama.
Pun, Fed Rate yang akan naik juga akan mempengaruhi kondisi perekonomian negara-negara di Asia. Permasalahannya, lanjut Iwan, sudah ada beberapa negara yang sudah mengantisipasi krisis moneter di negaranya.
"Contohnya Korea Selatan yang menerapkan fee kalau ada modal asing yang masuk. Jadi harus bayar. Supaya masuknya tidak kebanyakan. Kalo kebanyakan, lalu dibawa keluar akan goyang," jelas Iwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News