Keputusan pemerintah yang tetap menetapkan nilai tukar rupiah di level Rp13.900 per USD ini menjadi jawaban atas pertanyaan salah satu anggota Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang menilai mengapa asumsi nilai tukar rupiah tidak dibuat lebih menguat. Pasalnya, sekarang ini nilai tukar rupiah sedang dalam kondisi baik.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro tidak menampik laju nilai tukar rupiah tengah membaik. Namun, berdasarkan hasil kunjungan ke Peru dalam agenda pertemuan 'World Economic Outlook' yang digelar IMF dan Bank Dunia seminggu lalu, kondisi pasar keuangan di dunia menunjukkan kelesuan terhadap gejolak nilai tukar.
"Mood yang ada di sana belum bisa menggambarkan kondisi optimistis," jelas Bambang, dalam rapat kerja (raker) bersama Banggar DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (15/10/2015).
Menurut Bambang, adanya kemungkinan the Fed menaikkan suku bunga masih akan menekan pergerakan nilai tukar rupiah di tahun depan. Apalagi, AS diprediksi belum akan menaikkan suku bunga di semester I-2016, setelah melihat data perbaikan ekonomi AS, terutama untuk data ketenagakerjaan kerja tahun ini masih tidak bagus.
"Ada kemungkinan suku bunga akan di-delay tahun depan," ujarnya.
Karena itu, lanjut Bambang, ada baiknya target asumsi nilai tukar rupiah ini disepakati terlebih dahulu. Sebab, pergerakan nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan mengalami volatilitas sehingga pemerintah memilih untuk mematok asumsi nilai tukar rupiah di level yang konservatif, yakni di Rp13.900 per USD.
"Memang hari ini rupiah di angka Rp13.200-an per USD, tapi pada Selasa lalu sebelum libur rupiah melemah dari Rp13.400-an ke Rp13.600-an. Masih volatil. Maka saran saya ini disepakati dulu, kalau mau diubah kursnya lebih menguat, sebaiknya dibahas di APBNP tahun depan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News