Ilustrasi. FOTO: dok MI.
Ilustrasi. FOTO: dok MI.

Alasan Indonesia Kalah dari Vietnam

Desi Angriani • 05 September 2019 20:05
Jakarta: Kekayaan sumber daya mineral dan bonus demografi Indonesia tak serta merta membuat investor asing terpesona. Rupanya, Indonesia masih kalah cantik dari Vietnam dalam segi kemudahan berinvestasi.
 
Hal ini tercermin dari peralihan modal dan manufaktur Tiongkok akibat perang dagang yang sepenuhnya lari ke Vietnam. Padahal indeks daya saing global (global competitiveness index) versi World Economic Forum 2018, menunjukkan posisi Indonesia berada jauh di atas Vietnam.
 
Bahkan produk domestik bruto (PDB) Vietnam saja hanya seperempat dari Indonesia. Begitu pula dengan jumlah penduduknya. Lantas faktor apa yang membuat Indonesia menjadi kalah menarik?

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyebut beberapa hal membuat Vietnam lebih unggul, di antaranya sisi tenaga kerja, izin usaha yang gampang, kesiapan sebagai negara pengekspor, serta persoalan pajak.
 
"Memang salah satunya deregulasi tapi enggak semuanya di situ, aspek ketenagakerjaan. Jadi memang kita beda dengan Vietnam. Lalu segi investasi mereka juga, tanah disediakan. Karena mereka negera sosialis tapi pun investor membeli karena potensi pasarnya besar," ujar Eko saat dihubungi Medcom.id di Jakarta, Kamis, 5 September 2019.
 
Eko mengungkapkan Vietnam sejak beberapa tahun belakangan lebih siap menjadi negara pengekspor dibandingkan Indonesia. Misalnya, keahlian tenaga kerja untuk pabrik-pabrik yang memproduksi barang ekspor di negara itu lebih unggul dari SDM Indonesia.
 
Selanjutnya, kesiapan merevisi kebijakan GSP (Generalized Scheme of Preferences) yang diterapkan Amerika Serikat (AS) untuk mengatur ekspor-impor ke negara tersebut.
 
"Vietnam untuk misalkan dengan AS dia lebih siap merevisi GSP, saat kita belum siap," ungkap dia.
 
Di sisi lain, Vietnam tak hanya melakukan deregulasi investasi besar-besaran tapi juga menyiapkan kebutuhan bagi negara mitra dagangnya. Misalnya, menyiapkan lahan untuk pembangunan pabrik tanpa izin yang rumit dan berbelit.
 
"Pemerintahnya itu juga punya analisa regulasi antisipasi kira-kira apa yang sudah atau harus disiapkan ketika berdagang dengan negara mitranya, ketika ada hal yang tidak diinginkan dari global, dia tetap survive," tuturnya.
 
Meski demikian, Eko menyebut peralihan modal dari Tiongkok ke Vietnam bukan investasi baru. Melainkan negara Tirai Bambu itu hanya memperluas investasi ke Vietnam, Malaysia, dan Thailand.
 
"Ketika menghadapi beberapa hambatan, mereka kemudian mengalirkan investasinya ke pabrik-pabrik yang sudah siap dan tidak mengalami hambatan perang dagang, salah satunya di Vietnam," pungkasnya.
 
Presiden Joko Widodo sebelumnya kecewa lantaran peralihan modal dan manufaktur dari Tiongkok mengalir deras ke Vietnam. Hal itu imbas dari kemudahan perizinan dan investasi di negara tersebut.
 
Berdasarkan laporan Bank Dunia, sebanyak 33 perusahaan asal Tiongkok memutuskan keluar dari Amerika Serikat. Dari jumlah itu, 23 di antaranya memilih berinvestasi di Vietnam. Sisanya, kabur ke Malaysia, Kamboja, dan Thailand.
 
Pada 2017, sebanyak 73 perusahaan Jepang berelokasi ke kawasan Asia Tenggara. Sebanyak 43 di antaranya memilih Vietnam, 11 perusahaan ke Thailand, dan Filipina. Sementara Indonesia hanya ketiban 10 perusahaan Jepang.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan