Hal ini menindaklanjuti cuitan Rizal Ramli di akun media sosial pribadinya yang menyebut bahwa Pemerintah Indonesia berencana kembali untuk menarik utang sebesar USD2 miliar dengan imbal hasil (yield) yang ditawarkan sangat tinggi 11,625 persen.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan setelah dilacak dan dikonfirmasi pada Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko utang tersebut diterbitkan pada 2009. Saat kondisi penerbitan obligasi kala itu memang sedang terjadi krisis keuangan sehingga pemerintah memberikan imbal hasil yang tinggi.
"Surat utang tersebut akan berakhir dan jatuh tempo pada Maret 2019. Jadi sesungguhnya tidak ada penerbitan utang baru yang dikatakan Pak RR, kesalahan besar lainnya adalah ketika disebutkan akan diberikan imbal hasil 11,625 persen," kata Nufransa dalam keterangan tertulis, Selasa, 29 Januari 2019.
Dia bilang saat ini imbal hasil surat utang pemerintah dalam denominasi USD di pasar skunder untuk tenor 10 tahun sebesar 4,24 persen. Sehingga, kata Nufransa, informasi yang disampaikan mantan Menko Maritim tersebut tidaklah benar.
Hal itu pun telah diakui oleh Rizal Ramli yang kemudian meminta maaf karena adanya kesalahpahaman yang ia sampaikan dan menghapus cuitan sebelumnya. "Mohon maaf terjadi kesalahan, yield 11,625 persen adalah surat utang lama RI. Bukan rencana surat utang baru," cuit Rizal.
Hal tersebut direspons Kementerian Keuangan. Nufransa bilang tuduhan ngawur yang selama ini dialamatkan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbalik ke pribadi Rizal Ramli.
"Jadi yang sebenarnya ngawur adalah pernyataan RR, tapi yang dituduh Menkeu dan juga mengatasnamakan rakyat yang terbebani. Rakyat yang mana?" tanya dia.
"Ada baiknya Pak RR membaca secara perlahan-lahan dan memahami dengan bijak sebelum menyebarkan suatu informasi. Apalagi dengan mengatasnamakan rakyat," pungkas Nufransa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News