Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan penggunaan NIK sebagai NPWP untuk WP OP merupakan langkah strategis pemerintah dalam melakukan reformasi basis data kependudukan yang terintegrasi dan terpadu. Penggunaan NIK sebagai nomor identitas perpajakan tidak menyebabkan seseorang secara otomatis dikenai PPh.
"Hal ini karena ketentuan mengenai pemenuhan kriteria subjek dan objek PPh tetap berlaku, sehingga seseorang yang belum memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap tidak dikenai PPh. PPh hanya dikenakan ketika penghasilan yang diperoleh telah melebihi PTKP," kata dia dalam keterangan resminya, Kamis, 14 Oktober 2021.
Dalam UU HPP ini, pemerintah tetap memberikan batasan PTKP bagi WP OP yang saat ini ditetapkan sebesar Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun untuk OP lajang dan tambahan Rp4,5 juta setahun bagi WP yang kawin, dan tambahan Rp4,5 juta setahun untuk setiap tanggungan maksimal sebanyak tiga orang.
"Dengan demikian, masyarakat dengan penghasilan sampai dengan Rp4,5 juta per bulan tetap tidak terbebani dengan PPh. Sementara masyarakat dengan penghasilan menengah beban pajak penghasilannya menjadi lebih ringan," ungkapnya.
Untuk penghasilan sampai dengan Rp60 juta dikenakan tarif pajak lima persen, penghasilan Rp60 juta sampai Rp250 juta dikenakan tarif 15 persen, penghasilan Rp250 juta sampai Rp500 juta dikenakan 25 persen, penghasilan Rp500 juta sampai Rp5 miliar dikenakan 30 persen, dan penghasilan di atas Rp5 miliar dikenakan 35 persen.
"Hal ini tentunya selaras dengan prinsip kemampuan bayar (ability to pay) atau gotong royong. Di mana masyarakat yang berpenghasilan rendah dilindungi, sedangkan yang berpenghasilan tinggi membayar pajak yang lebih tinggi," jelas dia.
Suryo menjelaskan, NIK tidak hanya digunakan untuk kebutuhan data perpajakan. Pemerintah telah memanfaatkan NIK sebagai data rujukan untuk pemberian berbagai bantuan sosial, antara lain Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Kartu Sembako, bantuan yang diberikan bagi keluarga miskin dan rentan.
"Dengan integrasi data tersebut, pemerintah dapat menyalurkan program-program produktif dan bantuan sosial lainnya dengan lebih tepat sasaran dan efektif dalam mencapai tujuannya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News