"Enggak bisa dibeberkan nama perbankan itu, bisa bahaya nanti," kata Agus, ketika ditemui di Gedung Perkantoran BI, Jakarta, Kamis (5/3/2015).
Dia menjelaskan, jika data tersebut disebarluaskan maka bisa menimbulkan kegemparan. Menurutnya, data itu memiliki sifat kerahasiaan.
Saat ditanyakan jumlah total dana perbankan yang menyumbang dalam setahun, menurut Agus, data itu bisa diambil dari website yang ada di PPATK. Sehingga data itu bisa dilihat secara jelas. Namun, data itu bersifat keseluruhan, tidak menyebutkan nama perbankan satu per satu.
"Lihat datanya di PPATK saja. Datanya ada di sana," tutup dia.
Sebelumnya Agus beberapa waktu lalu mengungkapkan, Indonesia telah keluar dari daftar hitam negara rawan pencucian uang. Kepastian itu dikonfirmasi dalam sidang Financial Action Task Force (FATF) di Paris, Prancis, Selasa 24 Februari.
"Indonesia disetujui untuk keluar dari blacklist FATF untuk implementasi penanganan anti pendanaan terorisme atau counter terorism financing," kata Agus.
Menurut Agus, sidang FATF yang berlangsung di markas Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) secara bulat mengakui upaya dan komitmen Indonesia dalam mencegah dan memberantas pendanaan terorisme. Usaha Indonesia untuk keluar dari daftar hitam dilakukan sejak 2012.
"Setelah melalui rangkaian evaluasi oleh review group selama dua tahun ini, akhirnya 35 negara anggota FATF secara bulat memutuskan Indonesia menjadi greylist. Keberhasilan ini akan berdampak langsung pada persepsi dan peringkat investasi terhadap Indonesia," jelas Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News