Ilustrasi data asumsi makro dalam APBN 2022 - - Foto: dok Kemenkeu
Ilustrasi data asumsi makro dalam APBN 2022 - - Foto: dok Kemenkeu

APBN Bakal Tergerus Perang Rusia-Ukraina, Begini Penjelasannya

Antara • 08 Maret 2022 14:11
Jakarta: Ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Agus Herta menyebut konflik antara Rusia dan Ukraina akan menekan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) karena harga komoditas dunia terkerek naik menjauh dari asumsi.
 
"Harga minyak dunia dalam asumsi APBN hanya ditetapkan sebesar USD63 per barel. Padahal hingga 7 Maret 2022, harga minyak brent sudah ditransaksikan seharga USD128,76 per barel," kata Agus dalam keterangan resmi, Selasa, 8 Maret 2022.
 
Kenaikan harga minyak dan gas dunia ini akan memberatkan APBN karena subsidi energi diperkirakan akan naik, terutama subsidi untuk LPG 3 kg dan subsidi listrik. Pasalnya, kenaikan harga gas dunia akan meningkatkan harga gas nonsubsidi, sehingga banyak masyarakat yang sebelumnya mengkonsumsi gas nonsubsidi akan beralih pada LPG 3 kg.
 
"Hal ini mengakibatkan subsidi LPG 3 kg akan membengkak. Subsidi listrik untuk masyarakat menengah bawah juga akan meningkat seiring naiknya harga minyak dunia, karena sebagian produksi listrik di Indonesia masih menggunakan solar dan batu bara sebagai bahan bakar mesin pembangkit listriknya," terang Agus.

Ia memperkirakan utang pemerintah juga akan mengalami tekanan seiring dengan peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembangunan infrastruktur. Meskipun demikian, volatilitas nilai tukar yang tidak terlalu liar di tengah konflik Rusia-Ukraina mengurangi tekanan terhadap nilai utang pemerintah.
 
"Di tengah perang Rusia-Ukraina, volatilitas pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak seekstrem volatilitas harga minyak bumi," katanya.
 
Dalam APBN 2022, pemerintah bersama DPR menetapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp14.350 per USD. Sampai dengan 7 Maret 2022, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih berada di kisaran Rp14.380 per USD.
 
"Hal ini menjadi pertanda kuat dolar Amerika Serikat sudah tidak lagi menjadi safe haven asset bagi para pelaku ekonomi. Para pelaku ekonomi lebih memilih emas sebagai safe haven asset yang tampak dari kenaikan harga emas hingga lebih dari 8,5 persen dalam satu bulan terakhir," pungkas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan