Bambang menegaskan, adanya indikasi penggelapan pajak serta pencucian uang pada sejumlah perusahaan tersebut harus dikaji kebenarannya.
"Karena Panama Papers ini belum eksotis, belum semua data. Panama Papers ini baru sebatas di beberapa negara dan beberapa bank, kita belum bisa menyentuh beberapa otoritas," kata dia, saat Seminar 'RUU Tax Amnesty dan Manfaatnya Bagi Bangsa', di Hotel Pullman, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (5/4/2016).
Kendati demkian, Bambang menjelaskan, sebenarnya pola yang digunakan perusahaan dalam pencucian uang tersebut hampir semuanya sama yaitu memanfaatkan fasilitas tax haven di satu negara.
"Dari data yang kita miliki ini polanya adalah banyak orang Indonesia yang membuat SPT atau paper company di berbagai tax haven," ucap dia.
Biasanya, negera yang menerapkan tax haven adalah negara-negara kecil, negara-negara yang tidak mempunyai sumber daya apa-apa. Sehingga tax haven hanya sebagai bentuk survival dari negara tersebut.
"Nah dari data yang kami miliki, tax haven favorit Indonesia itu adalah British Virgin Islands," ujar dia.
Sebagai informasi, bocornya dokumen firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca membuat geger dunia saat ini atau dikenal dengan nama Panama Papers. Di dalamnya terdapat dokumen berisi data perusahaan-perusahaan bayangan (offshore) yang digunakan untuk menyembunyikan uang dan menghindari pajak.
Dokumen itu menggegerkan dunia karena menyangkut praktik-praktik kejahatan finansial yang diduga turut dilakukan oleh beberapa pemimpin dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News