Ilustrasi petani tembakau - - Foto: dok Antara
Ilustrasi petani tembakau - - Foto: dok Antara

RPJMN 2020-2024 Dinilai Tak Melindungi Petani Tembakau

Eko Nordiansyah • 21 Juli 2020 11:48
Jakarta: Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 dinilai mengancam keberadaan petani tembakau. Pasalnya, jutaan petani tembakau mayoritas Nahdliyin.
 
RPJMN mengandung klausul-klausul yang mengancam eksistensi tembakau. Di antaranya klausul bahwa pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan melalui penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT), dan peningkatan tarif cukai hasil tembakau.

 
Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Sarmidi Husna menilai RPJMN itu memang bermasalah. Pasalnya, penyusunannya hanya mempertimbangkan aspek kesehatan masyarakat yang berdasarkan data-data yang diduga kurang shahih (fiktif).
 
"Akibatnya, kontribusi industri hasil tembakau (IHT) yang sangat besar dan berdampak luas baik secara sosial, ekonomi, politik, maupun budaya terhadap pembangunan bangsa selama ini diabaikan," kata Sarmidi dihubungi, Selasa, 21 Juli 2020.

Sarmidi menambahkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti kebijakan cukai 2020, RPJMN 2020-2024, rencana revisi PP Nomor 109 Tahun 2012, dan rencana aksesi WHO-FCTC mengarah pada pengendalian atau bahkan penghancuran jutaan petani tembakau dan industri kretek golongan menengah dan kecil tanpa upaya mitigasi yang jelas.
 
Menurut Sarmidi, seharusnya kebijakan itu mengacu pada kaidah tasharruful imam 'alar ra'iyyah manutun bil maslahah (kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus berdasarkan kepada kemaslahatan). Tapi sayangnya, berpotensi menimbulkan mafsadah (kerusakan), terutama bagi petani tembakau.
 
"Kami menduga ada pihak yang bermain di balik penyusunannya," kata Sarmidi.
 
Terkait klausul kebijakan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai, PBNU menegaskan bahwa peraturan kenaikan cukai dan simplifikasi belum memenuhi asas kemaslahatan terutama bagi petani tembakau dan industri rokok kecil dan menengah.
 
"Apabila simplifikasi cukai diterapkan, kami khawatir atas matinya industri rokok kecil dan menengah terutama rokok kretek. Pasalnya, peraturan simplifikasi ini membuat industri rokok kecil dan menengah tidak memiliki daya saing," jelas dia.
 
Ia menambahkan petani menanam tembakau tidak bisa dijual ke tempat lain kecuali pabrik rokok. Untuk itu, NU akan segera membuat rekomendasi agar pemerintah dapat memperbaiki RPJMN tersebut dengan memperhatikan aspek hulu dan hilir.

 
"Kalau yang kecil mati otomatis yang beli yang besar. Nah, bisa diatur itu. Hargain aja murah selesai. Apa enggak rugi petani? Jangan sampai kebijakan yang dibuat tidak mengedepankan aspek kedaulatan dan kemandirian bangsa," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan