"Itu artinya untuk insetif lah. Sehingga (bunga yang diterima) kompetitif, akan terpengaruh karena pajaknya lebih rendah," kata dia di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat, 23 Agustus 2019.
Dirinya menambahkan, para investor tentu akan lebih gembira jika pajak bunga obligasinya hanya lima persen. Padahal sebelumnya, pajak bunga obligasi yang dibebankan sebesar 15 persen.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Robert Pakpahan menjelaskan, aturan yang baru ini menyamakan pajak bunga obligasi berbentuk kontrak investasi kolektif, dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif, dan efek beragun aset sama dengan reksa dana.
"(Aturan ini) untuk pendalaman dan juga membiayai infrastruktur lah. kan DINFRA, DIRE, KIK - EBA. Itu sudah lama sih sebenarnya (rencananya)," jelas dia.
Pemerintah sebelumnya mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.
"Pada 7 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi," tulis laman resmi Sekretariat Kabinet.
Dengan ketentuan ini, maka pajak bunga obligasi sebesar lima persen berlaku bagi obligasi yang tidak dibatasi tahun mulainya. Sebelumnya pada PP No. 100 Tahun 2013, PPh dimaksud adalah lima persen untuk 2014-2020; dan 10 persen untuk 2021 dan seterusnya. Namun pajak obligasi 10 persen untuk 2021 dan seterusnya tetap diberlakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id