Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan salah satu alasan revisi ketentuan PPN ialah penerimaannya yang belum optimal. Hal ini terjadi karena pengecualian dan fasilitas PPN di Indonesia yang banyak.
"Kenapa sih penerimaan PPN kita belum optimal? Ini salah satu jawabannya, terlalu banyak pengecualian dan fasilitas. Indonesia negara dengan pengecualian terbanyak," tulis dia melalui akun Twitternya dikutip di Jakarta, Kamis, 10 Juni 2021.
Dalam cuitannya, Indonesia memiliki pengecualian PPN untuk barang pertanian, peternakan, perikanan, tambang, kebutuhan pokok, emas, uang, surat berharga, makanan/minuman di restoran. Selain itu masih ada 17 kelompok jasa yang dibebaskan PPN.
Selain pengecualian tadi, Indonesia masih memberikan fasilitas berupa pembebasan PPN di kawasan FTZ, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), hingga kawasan berikat untuk barang tertentu dan strategis jasa tertentu.
Padahal negara seperti Tiongkok tidak memiliki barang dan jasa yang dikecualikan dari PPN, dengan kata lain seluruhnya dikenakan pajak. Sedangkan fasilitas PPN hanya diberikan di kawasan Special Economic Zone sama seperti di India.
Meski begitu, India masih membebaskan pengenaan PPN untuk barang seperti cereal, sayur dan buah, transfer of going concern. Selain itu, perhotelan di bawah 1.000 rupee India per hari dan sewa properti tempat tinggal juga dibebaskan dari PPN.
Sementara itu, Thailand memberikan pembebasan PPN untuk barang pertanian, peternakan, perikanan, koran dan buku, pupuk, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, dan leasing properti. Fasilitas juga diberikan di kawasan FTZ maupun kawasan berikat.
Di Singapura, meski tak ada fasilitas pembebasan PPN namun ada pengecualian untuk properti tempat tinggal, logam berharga, barang untuk keperluan investasi, jasa keuangan, sewa properti tempat tinggal yang semuanya tidak dikenai PPN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News