investor, termasuk penentuan investasi prioritas. Hal itu dilakukan agar berbagai insentif yang diberikan bisa memberikan jaminan kontribusi yang signifikan bagi negara.
"Insentif kan punya potensi untuk mengurangi penerimaan negara, maka harus jelas investasi yang prioritas itu apa? Apakah, misalnya, kawasan ekonomi khusus? Lalu evaluasi lagi apakah setelah diberi insentif bisa beri
kontribusi signifikan?," katanya dalam diskusi di Jakarta, Rabu (6/5/2015).
Menurut Enny, jika insentif fiskal diberikan kepada satu investor tanpa bisa memberikan kontribusi ke negara secara signifikan, itu artinya fasilitas itu salah sasaran. Dia menambahkan, insentif fiskal, berada di urutan terakhir dalam daftar fasilitas yang diharapkan saat berinvestasi.
"Ada masalah-masalah utama seperti regulasi, persoalan infrastruktur serta sistem pengupahan, yang kalau diperbaiki akan membuat investasi di Indonesia begitu menjanjikan," ujarnya.
Kendati demikian, dia mengapresiasi pemberian fasilitas insentif fiskal tax allowance yang mulai diberlakukan 6 Mei 2015 berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2015. "Insentif tentu akan menarik, tapi menurut investor dan pelaku usaha, rankingnya terakhir," ucapnya.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan pemberian insentif fiskal bagi investor akan memberi kemudahan dan keleluasaan dalam berinvestasi. Meski demikian, lanjut dia, para investor yang ditemuinya selama ini mengaku ada tiga hal utama yang lebih penting dalam kacamata mereka, yakni kepastian hukum, jaminan keamanan dan ketenagakerjaan.
"Tapi insentif bukan tidak penting karena insentif tentunya bisa memberi mereka kemudahan serta keleluasaan dalam investasi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News