Ketum Ormas Nasdem Tedjo Edhy Purdijatno (kiri) bersama Presiden terpilih Jokowi, dan pendiri ormas Nasdem Surya Paloh. (Foto: MI/Panca Syurkani)
Ketum Ormas Nasdem Tedjo Edhy Purdijatno (kiri) bersama Presiden terpilih Jokowi, dan pendiri ormas Nasdem Surya Paloh. (Foto: MI/Panca Syurkani)

Tedjo: Laut Harus Jadi Pusat Penggerak Pertumbuhan Ekonomi

Fario Untung • 30 September 2014 12:03
medcom.id, Jakarta: Posisi Indonesia sebagai gerbang tol utama perdagangan global (the global supply chain system) yang menghubungkan Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia dan Benua Asia dengan Australia mestinya mendatangkan keuntungan ekonomi yang besar.
 
Namun sangat disayangkan pembangunan Indonesia saat ini terlalu berorientasi pada daratan.
 
Ironisnya, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang 75 persen wilayahnya berupa kawasan perairan, visi pembangunan Indonesia hingga kini terlalu berorientasi pada daratan. Hal tersebut jelas bertentangan dengan fitrah fisik dan kondisi geografis Indonesia.

Ketua Umum Ormas Nasional Demokrat (Nasdem) Laksamana (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (30/9) menjelaskan bahwa Indonesia hingga kini belum bisa mengambil manfaat dari posisinya yang sangat strategis tersebut. Paradigma pembangunan berbasis daratan tersebut lanjutnya telah mengakibatkan disparitas pembangunan antar wilayah yang sangat tinggi.
 
Akibatnya, Indonesia menderita kerugian yang sangat fantastis. Setiap tahun sediktnya Rp300 triliun kekayaan negara menguap melalui pencurian ikan (illegal fishing) oleh nelayan asing, illegal mining, illegal logging, penyelundupan BBM, dan berbagai kegiatan ekonomi ilegal lainnya.
 
"Dengan kondisi objektif diatas, Indonesia mestinya punya bargaining power yang kuat yang bisa digunakan untuk kepentingan bangsa dan negara," Tedjo.
 
Selain itu buruknya konektivitas maritim juga menyebabkan biaya logistik di Indonesia menjadi termahal di dunia (27 persen PDB). Ini jika dibandingkan dengan biaya logistik di Singapura dan negara-negara ASEAN lainnya. Selain itu juga menyebabkan perbedaan harga barang yang sangat besar. Contohnya, harga satu zak semen di Jawa Rp65 ribu, sementara di Papua mencapai Rp500 ribu.
 
"Jangan heran ekonomi Indonesia menjadi kurang efisien dan rendah daya saingnya," ujar mantan Kepala Staf Angkatan Laut ini.
 
Karena itu, lanjutnya, gagasan Presiden terpilih Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang maju, adil, makmur, kuat, dan berdaulat (Poros Maritim Dunia) merupakan pilihan kebijakan yang sangat tepat. Apalagi 45 persen perdagangan internasional diangkut melalui perairan Indonesia.
 
"Ini adalah gagasan yang brilian dan berani. Apalagi sudah lama kita nggak pernah lagi punya pemimpin yang memiliki visi maritim," tandas mantan Panglima Komando Armada Kawasan Barat ini.
 
Perlu diingat Abad ke 7 Kerajaan Sriwijaya berkibar dan jaya karena serius mengurus kekuatan maritimnya. Demikian pula Kerajaan Majapahit pada abad ke-14.
 
"Nah merujuk pada fakta tersebut, maka sudah saatnya kita harus yakin bahwa kalau dikelola dengan baik, laut bisa menjadi masa depan kita. Laut bisa menjadi motor penggerak ekonomi baru, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja baru sekaligus mengentaskan kemiskinan di Indonesia," pungkasnya. (Fario Untung)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan