"Kita sedang mencari bentuk pertumbuhan baru. Sejak orde baru kita banyak bersandar kepada yang booming. Itu kurang bagus, akibatnya kira hidup dari satu booming ke booming yang lain," kata dia di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/7/2016) malam.
Dirinya menceritakan, Indonesia selalu menggantungkan ekonomi pada komoditas yang komoditas yang harganya melonjak. Mulai dari kenaikan harga minyak, kayu, manufaktur, batu bara hingga kelapa sawit pada beberapa tahun lalu.
Namun sayangnya ketika semua lonjakan harga itu berakhir, maka terciptalah banyak pengangguran akibat aktivitas ekonomi di sektor tersebut yang mengalami kelesuan. Hal ini kemudian tidak pernah menciptakan lapangan pekerjaan yang sustain.
"Makanya kita harus mendorong ke sektor riil. Yang jelas harus ada manufaktur yang terkait dengan produk pertanian, pariwisata, dan juga infrastruktur. Ini mau enggak mau juga bisa jadi sumber pertumbuhan kita ke depan," jelas Bambang.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) meminta pemerintah memberitahukan mengenai syarat apa saja yang dibutuhkan agar pertumbuhan ekonomi bisa mencapai target yang diusulkan masuk di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017, yakni dikisaran 5,3 persen sampai dengan 5,6 persen.
Anggota Komisi XI DPR RI Airlangga Hartanto mempertanyakan skenario pemerintah dalam rangka mencapai angka pertumbuhan ekonomi yang sudah diajukan ke RAPBN 2017. Ia meminta hal itu karena erat kaitannya dengan penetapan asumsi makro terkait pertumbuhan ekonomi di RAPBN 2017.
"Pertanyaanya kalau kita pertahankan di angka berapa apakah bisa dipertahankan di Banggar DPR RI. Sehingga kita bisa mendefinisikan keputusan di Komisi XI terkait asumsi anggaran," ungkap Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id