Berlanjutnya tren penurunan suku bunga dibuktikan dengan penurunan BI rate sebesar 25 bps menjadi 7,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Januari 2016. Keputusan ini didukung terjaganya stabilitas makroekonomi serta meredanya ketidakpastian pasar keuangan global pascakenaikan Fed-Fund Rate (FFR).
"Penurunan BI Rate secara terukur diharapkan dapat memperkuat pelonggaran kebijakan makroprudensial dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang telah dilakukan sebelumnya," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI.
Selanjutnya, BI kembali menurunkan suku bunga di Februari dan Maret sebanyak masing-masing 25 bps hingga menjadi 6,775 persen. Penurunan ini diikuti penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam dari 7,5 persen ke level 6,5 persen, berlaku efektif sejak 16 Maret 2016.
Usai dua kali penurunan, BI akhirnya mempertahankan suku bunga acuan pada April dan Mei 2016 pada level 6,75 persen. Meskipun demikian, BI mengumukan reformulasi suku bunga kebijakan dengan penggunaan BI 7-day (Reverse) Repo Rate pada tanggal 15 April 2016 yang kemudian ditetapkan sebesar 5,5 persen.
"Kebijakan yang baru ini untuk perkuat transmisi moneter. Penguatan operasi moneter ini tidak mengubah kebijakan stance moneter yang sedang diterapkan. Dalam masa transisi, BI akan tetap mengumumkan BI rate dan BI 7 Days Reverse Repo rate secara pararel sampai 19 Agustus 2016," kata Gubernur BI Agus Martowardojo.
Selanjutnya, pada Juni 2016 BI kembali melanjutkan tren penurunan suku bunga dengan menurunkan BI Rate menjadi 6,50 persen. Penurunan ini diikuti oleh penurunan BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebesar 25 bps menjadi sebesar 5,25 persen. Pada bulan selanjutnya, BI Rate maupun BI 7-day (Reverse) Repo Rate dipertahankan pada level masing-masing.
Pada Agustus, BI langsung mengumumkan penggunaan BI 7-day Reverse Repo Rate yang levelnya dipertahankan sebesar 5,25 persen. Namun suku bunga Lending Facility (LF) diturunkan dari tujuh persen menjadi enam persen, sementara suku bunga Deposit Facility (DF) sebesar 4,50 persen.
"Selain itu, Bank Indonesia juga akan menjaga koridor suku bunga yang simetris dan lebih sempit, yaitu batas bawah koridor (DF Rate) dan batas atas koridor (LF Rate) berada masing-masing 75 bps di bawah dan di atas BI 7-Day RR Rate," kata Agus.
Usai pergantian ke BI 7-day Reverse Repo Rate, BI tak berhenti melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan suku bunga. Terbukti pada September suku bunga diturunkan menjadi lima persen yang kemudian diturunkan lagi pada Oktober menjadi 4,75 persen.
"Kebijakan moneter tersebut sejalan dengan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya inflasi tahun 2016 yang diperkirakan mendekati batas bawah kisaran sasaran, defisit transaksi berjalan yang lebih baik dari perkiraan, surplus neraca pembayaran yang lebih besar, dan nilai tukar yang relatif stabil," ungkap Tirta.
Pada November, BI lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan mengingat ketidakpastian di pasar keuangan global pasca pemilihan umum (Pemilu) di Amerika Serikat meskipun stabilitas makroekonomi dalam negeri yang tetap terjaga. Untuk itu, BI tetap menjaga level BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 4,75 persen.
"Bank Indonesia akan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar. Bank Indonesia juga memandang pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik," jelas Agus.
Hal yang sama dilakukan BI pada akhir tahun ini. Usai kenaikan suku bunga AS, BI hanya mempertahankan level suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sama seperti sebelumnya sebesar 4,75 persen.
"Ke depan, Bank Indonesia tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari ketidakpastian ekonomi dan keuangan global, terutama terkait arah kebijakan AS dan Tiongkok, maupun dari dalam negeri terutama terkait dengan pengaruh kenaikan administered prices terhadap inflasi," pungkas Tirta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News