"Kalau indonesia tidak ikut maka kita dalam posisi yang dirugikan," ujar Ani dalam jumpa pers penerbitan Perppu AEol di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis 18 Mei 2017.
Ani menuturkan, kerugian tersebut dapat dibuktikan dari banyaknya deklarasi harta dalam program amnesti pajak atau pengampunan pajak sebesar Rp4.300 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp1.000 triliun merupakan aset nasabah Indonesia yang tersimpan di luar negeri.
"Jadi hampir 25 persen Jadi ini adalah suatu kepentingan nasional bagi indonesia untuk tidak dalam posisi dirugikan karena kita dianggap failed comply," kata dia.
Oleh sebab itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Perppu tersebut dilengkapi dengan peraturan setingkat Undang-Undang atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK_ yang secara jelas mengatur tata kelola dan akses informasi terhadap data nasabah.
PMK tersebut menjadi salah satu syarat agar skema pertukaran informasi itu dapat diterapkan pada September 2018.
"Perppu ini ditujukan untuk menghindarkan Indonesia dalam posisi tidak memenuhi persyaratan internasional di bidang perundangan untuk bisa mendapatkan hak dan juga dalam memenuhi kewajibannya dari komitmen AEOI," beber mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Saat ini sekitar 100 negara termasuk negara anggota G20 yang telah berkomitmen untuk melaksanakan pertukaran informasi perpajakan. Lima puluh di antaranya melakukan AEol pertama kali pada September 2017, sedangkan Indonesia masuk di gelombang kedua yang akan melaksanakan pertukaran informasi perpajakan pada September 2018.
"Indonesia ikut di batch kedua. Kalau komit di 2017 maka seluruh aturan harus selesai di 2016. Kalau 2018, maka seluruh peraturan perundangan harus sudah bisa selesai sebelum juni 2017," tanda Ani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id