Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu. FOTO: Medcom.id/Husen Miftahudin
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu. FOTO: Medcom.id/Husen Miftahudin

Begini Skema Pajak Karbon yang Mulai Diterapkan 1 April 2022

Eko Nordiansyah • 14 Oktober 2021 11:14
Jakarta: Pemerintah akan mulai menerapkan pajak karbon sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Penerapan pajak karbon merupakan komitmen pengendalian perubahan iklim sebagai agenda prioritas pembangunan melalui instrumen fiskal.
 
Sebagai tahap awal, pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara pada 1 April 2022 dengan menggunakan mekanisme pajak berdasarkan pada batas emisi (cap and tax). Tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan.
 
"Dalam mekanisme pengenaannya, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang dibeli di pasar karbon sebagai pengurang kewajiban pajak karbonnya," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, dalam keterangannya, dikutip Kamis, 14 Oktober 2021.

Febrio menjelaskan, tujuan utama dari pengenaan pajak karbon adalah mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. Hal ini sejalan dengan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
 
Selain itu, pengenaan pajak karbon memberikan sinyal kuat yang mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, dan ramah lingkungan. Penerimaan negara dari pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan dan investasi teknologi ramah lingkungan.
 
"Atau memberikan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk program sosial," ungkapnya.
 
Ia menambahkan, penerapan pajak karbon dan pengembangan pasar karbon merupakan milestones penting menuju perekonomian Indonesia yang berkelanjutan, serta menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam agenda pengendalian iklim global. Momentum ini menjadi kesempatan Indonesia mendapatkan manfaat penggerak pertama.
 
"Indonesia menjadi penentu arah kebijakan global, bukan pengikut dalam melakukan transisi menuju pembangunan yang berkelanjutan. Indonesia akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon di berbagai sektor pembangunan baik di sektor energi, transportasi, maupun industri manufaktur," pungkas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan