Bahkan defisit APBN pada 2021 ditargetkan sebesar 5,5 persen dari PDB. Padahal biasanya defisit APBN diatur tidak boleh melebihi tiga persen dari PDB.
"Seluruh negara dunia mengalami fiskal defisit diatas 10 persen, kecuali Jerman. Ini menggambarkan dalam situasi covid yang dampaknya luar biasa, seluruh instrumen kebijakan digunakan, instrumen fiskal, moneter, dan kebijakan keuangan," ungkapnya dalam webinar di Jakarta, Selasa, 10 November 2020.
Ia menjelaskan semua negara tengah menghadapi tantangan yang sama terkait pandemi covid-19. Apalagi pandemi tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan tetapi juga dari sisi sosial, ekonomi, dan keuangan.
Untuk merespons berbagai tantangan tadi, pemerintah menggunakan berbagai instrumen, termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun pada saat kebutuhan belanja meningkat, penerimaan negara tertekan sehingga menimbulkan defisit.
"Indonesia sama dengan semua negara melakukan countercyclical dari kebijakan fiskal, sehingga menyebabkan defisit APBN meningkat," terangnya.
Karenanya dalam situasi luar biasa (extraordinary) ini, pemerintah bergerak cepat dengan membuat Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur APBN 2020. Dalam Perpres ini pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp695,2 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Perpres 72 juga memandatkan penanganan covid hingga mencapai Rp695,2 triliun dan untuk PEN, baik untuk kesehatan, perlindungan sosial, membangun kembali sektor-sektor usaha, mendukung pemda, dan dukungan ke UMKM, korporasi, dan insentif usaha lainnya," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id