Sementara terhitung mulai 1 September 2022, tarif progresif akan berlaku kembali terhadap harga pungutan ekspor. Pungutan ekspor tersebut akan dilakukan berdasarkan harga CPO, sehingga semakin tinggi harga maka tarif yang akan dikenakan juga semakin besar.
Ketentuan ini tertuang dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum BPDPKS pada Kementerian Keuangan.
Dalam lampiran tersebut, dikutip Jumat, 22 Juli 2022, pemerintah membagi 25 jenis ekspor CPO dan turunannya. Sedangkan pembagian tarif pungutan dimulai dari harga CPO di bawah atau sama dengan USD750 per ton sampai dengan yang paling tinggi adalah di atas USD1.500 per ton.
Untuk ekspor CPO misalnya, pungutan tarif yang akan diberlakukan adalah sebesar USD25 apabila harga CPO di bawah atau sama dengan USD750 per ton. Tarifnya mengalami kenaikan antara USD5-USD10 dengan yang tertinggi USD240 apabila harga di atas USD1.500 per ton.
Baca juga: Mendag: Pencabutan Kebijakan Ekspor CPO Topang Kinerja Ekspor Juni 2022 |
Meski begitu, pemerintah menetapkan ekspor tandan buah segar (TBS) akan tetap dikenakan tarif USD0, ekspor biji sawit, dan kernel kelapa sawit serta buah sawit dikenakan tarif tetap USD25, dan used cooking oil yang tarifnya tetap sebesar USD35 per ton.
Pemerintah mengklaim kebijakan ini dilakukan dalam rangka mendorong percepatan ekspor dan peningkatan harga TBS di level petani dan sekaligus berkontribusi terhadap penurunan harga CPO global. Kebijakan ini juga melengkapi kebijakan sebelumnya.
"Pemerintah memutuskan untuk menerbitkan kebijakan pelengkap untuk mendorong ekspor minyak sawit mentah dan turunannya dengan menurunkan Pungutan Ekspor," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News