Kepala Dewan Penasihat Mandiri Institute M Chatib Basri mengatakan, dengan adanya negatif interest rate di Eropa dan Jepang, termasuk belum adanya tanda-tanda positif dari Fed Fund Rate (FFR) naik membuat investor mencari tingkat imbal hasil yang lebih tinggi.
"Indonesia relatif tinggi yield-nya, apalagi tingkat inflasi kita sudah turun. Saya menduga akan ada capital inflow di Indonesia. Kemungkinan akan ada arus modal yang buat nilai tukar rupiah jadi menguat," ungkap Chatib, ditemui di acara The Economist Event, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (24/2/2016).
Menurutnya, dengan situasi dan kondisi semacam itu maka membuat pasar saham dan pergerakan obligasi akan lebih baik. Namun, Chatib mengingatkan bahwa arus modal masuk ini perlu diwaspadai secara ketat karena sifatnya akan bisa segera keluar bila ada gonjang-ganjing yang datang dari dalam negeri atau dari luar negeri.
"Hati-hati karena ini hot money. Sekarang ini, pemerintah gelontorkan uang untuk infrastruktur. Mungkin rupiah terapresiasi tapi membuat impor naik dan current account jadi masalah. Kalau terlalu besar (tingkat current account) maka uang itu bisa kembali lagi," tutur Chatib.
Mantan Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menambahkan, pemerintah perlu melakukan berbagai macam upaya agar capital inflow yang masuk ini tidak hanya sebentar berada di Indonesia. Apabila tidak ada perbaikan, maka bisa saja 'hot money' itu tidak maksimal digunakan Indonesia.
"Tapi, uang kembali itu tidak langsung, mungkin ada dua tahun. Nah, ini kesempatan untuk buat sesuatu. Jangan ulangi kejadian dulu (arus modal kembali ke negara asal). Dalam waktu dua tahun ini harus bisa cepat melakukan sesuatu. Manfaatkan yang ada," pungkas Chatib.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News