"Defisit APBN 2019 diperkirakan antara Rp448,2 triliun hingga Rp487,4 triliun. Defisit akan berada sekitar 2,7 persen sampai dengan tiga persen dari PDB," kata Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo di Jakarta, Jumat, 27 Desember 2019.
Menurut dia, perkiraan defisit APBN 2019 bisa terjadi dengan asumsi jika penerimaan negara dari sektor bea cukai sebesar Rp208,82 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp378,29 triliun, dan hibah Rp435,3 miliar bisa mencapai target.
Yustinus menambahkan, melebarnya defisit akan membuat utang pemerintah bertambah. Estimasi utang pemerintah tahun ini bisa meningkat menjadi Rp5.262,5 triliun hingga Rp5.301,7 triliun atau sebesar 31-32 persen PDB.
Hingga akhir Desember, penerimaan pajak diperkirakan mampu terealisasi antara Rp1.310,5 triliun hingga Rp1.349,7 triliun dari target sebesar Rp1.577,56 triliun. Artinya penerimaan pajak diprediksi hanya 83,07 persen sampai 85,55 persen dari target APBN.
Dengan proyeksi tersebut, diperkirakan penerimaan pajak kembali mengalami shortfall antara Rp227,9 trilun hingga Rp267,1 triliun. Kemungkinan terburuknya shortfall bisa mencapai Rp272,5 triliun atau hanya 82,73 persen dari target penerimaan pajak.
Data Kementerian Keuangan sampai dengan akhir November 2019, penerimaan pajak tercatat baru Rp1.136,17 triliun. Penerimaan pajak baru tercapai 72,02 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019.
Sementara utang pemerintah hingga November 2019 sebesar Rp 4.814,31 triliun atau 30,03 persen dari PDB. Untuk defisit APBN 2019, Kementerian Keuangan memperkirakan berada di level 2,2 persen dari PDB atau melebar dari sebelumnya hanya 1,8 persen dari PDB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News