Penyesuaian batasan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang perubahan kedua atas PMK-39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. PMK tersebut sudah diundangkan sejak 30 Desember 2021.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan, latar belakang penyesuaian batas restitusi PPN tersebut adalah untuk membantu likuiditas keuangan wajib pajak. Dengan begitu, pemerintah berharap bisa membantu pemulihan ekonomi.
"Dengan penyesuaian jumlah batasan tersebut menjadi Rp5 miliar, maka lebih banyak pelaku usaha yang mendapat layanan ini. Kas dari restitusi dapat digunakan kembali oleh pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," kata dia dalam keterangan resminya, Kamis, 13 Januari 2022.
Dalam PMK tersebut, pemerintah juga mewajibkan wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai wajib pajak kriteria tertentu untuk menyampaikan laporan keuangan dalam suatu tahun pajak, harus diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah dan memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian.
"Apabila tidak dipenuhi, wajib pajak tidak diberikan pengembalian pendahuluan dan dicabut keputusan penetapan sebagai wajib pajak kriteria tertentunya," jelas dia.
Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada wajib pajak dalam melaksanakan administrasi perpajakannya. Dengan demikian, akan terwujud pelayanan perpajakan yang setara (equal) baik dalam proses penetapan maupun pencabutan sebagai wajib pajak kriteria tertentu.
"Penyesuaian kebijakan ini untuk menjamin kepatuhan wajib pajak kriteria tertentu dan menjamin wajib pajak memiliki kriteria yang layak selama mendapatkan layanan khusus berupa pengembalian pendahuluan tersebut," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News