Realisasi yang disampaikan BPK lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi sementara dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati awal tahun ini. Saat itu, Sri Mulyani menyebut defisit anggaran tahun lalu sebesar Rp956,3 triliun atau 6,09 persen dari PDB.
"Defisit anggaran 2020 dilaporkan sebesar Rp947,70 triliun atau 6,14 persen dari PDB," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR, Selasa, 22 Juni 2021.
Jika dirinci, realisasi pendapatan negara tahun 2020 dilaporkan sebesar Rp1.647,78 triliun atau mencapai 96,93 persen dari anggaran, yang terdiri dari penerimaan perpajakan Rp1.285,14 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp343,81 triliun, dan penerimaan hibah Rp18,83 triliun.
"Penerimaan perpajakan sebagai sumber utama pendanaan APBN, hanya mencapai 91,50 persen dari anggaran atau turun sebesar 16,88 persen dibandingkan dengan penerimaan perpajakan 2019 sebesar Rp1.546,14 triliun," ungkapnya.
Sementara realisasi belanja negara 2020 dilaporkan sebesar Rp2.595,48 triliun atau mencapai 94,75 persen dari anggaran, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.832,95 triliun, transfer ke daerah Rp691,43 triliun, dan dana desa Rp71,10 triliun.
Namun demikian, BPK melaporkan bahwa realisasi pembiayaan 2020 mencapai Rp1.193,29 triliun atau sebesar 125,91 persen dari nilai defisitnya, sehingga terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp245,59 triliun.
"Realisasi pembiayaan tersebut terutama diperoleh dari penerbitan Surat Berharga Negara, pinjaman dalam negeri, dan pembiayaan luar negeri sebesar Rp1.225,99 triliun, yang berarti pengadaan utang Tahun 2020 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News