Rasio utang ini meningkat dibandingkan dengan tahun ini. Dalam APBN 2021, pemerintah menetapkan target rasio utang berada di level 41,05 persen terhadap PDB.
"Rasio utang kami targetkan 43,76 persen hingga 44,28 persen di tahun depan," ucap Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR mengenai Tanggapan Pemerintah terhadap Pandangan Fraksi atas KEM-PPKF RAPBN 2022, dikutip Selasa, 1 Juni 2021.
Bendahara Negara itu menjelaskan, membengkaknya utang pemerintah merupakan dampak dari defisit anggaran yang kian lebar di 2020 pada level 6,1 persen dan 2021 di level 5,7 persen. Sementara untuk tahun depan, defisit APBN dipasang pada level 4,5 persen hingga 4,85 persen dari PDB.
"Atau nominal Rp807 triliun sampai Rp881 triliun, dengan pembiayaan sama. Rasio utang akan tetap meningkat dengan defisit yang tadi meningkat," tuturnya.
Meski mengalami peningkatan, Sri Mulyani menekankan bahwa pemerintah tetap menjaga pengelolaan fiskal yang sehat, berdaya tahan terhadap risiko, dan berkelanjutan. Kebijakan fiskal 2022 masih tetap ekspansif namun terarah dan terukur.
"Pemerintah akan tetap konsisten menjaga keseimbangan antara kemampuan belanja yang countercyclical dengan risiko fiskal yang harus tetap dijaga," tegas dia.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah akan melakukan konsolidasi fiskal secara bertahap, di mana defisit akan kembali ke maksimal 3 persen PDB di 2023. Utang juga akan tetap dikelola secara prudent dan sustainable.
Menurutnya, utang digunakan sebagai salah satu instrumen penting dalam kebijakan fiskal yang countercyclical. Mitigasi risiko utang dilakukan dengan menjaga rasio utang dalam batas terkendali, serta melakukan pendalaman pasar agar cost of fund lebih efisien dan kompetitif.
"Pemerintah terus mendorong pembiayaan inovatif dengan pengembangan skema KPBU yang lebih masif, penguatan peran SWF dan SMV, serta mendorong efektivitas peran BUMN sebagai agen pembangunan untuk ikut berperan aktif dalam mengakselerasi pencapaian target pembangunan," pungkas Sri Mulyani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News