Dilansir Medcom.id dari data APBN KiTa, Senin, 29 November 2021, pertumbuhan penerimaan cukai ini tidak lepas dari efektivitas kebijakan penyesuaian tarif dan fungsi pengawasan. Perbaikan kinerja penerimaan cukai juga didorong oleh pertumbuhan produksi mengingat rendahnya produksi pada 2020 atau awal pandemi covid-19.
"Penerimaan cukai yang terdiri atas Cukai Hasil Tembakau (CHT), Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA), dan Etil Alkohol (EA), tumbuh 10,30 persen (yoy)," tulis keterangan tersebut.
Kinerja penerimaan CHT dipengaruhi oleh tumbuhnya produksi hasil tembakau dan kebijakan penyesuaian tarif. Kinerja produksi hasil tembakau akumulatif hingga Oktober 2021 masih tumbuh sebesar 2,5 persen. Namun demikian, kinerja produksi masih lebih rendah, minus 8,4 persen dibandingkan 2019 atau kondisi normal sebelum pandemi.
Realisasi penerimaan cukai MMEA per 31 Oktober 2021 tumbuh double digits seperti bulan-bulan sebelumnya, yaitu 18,02 persen (yoy) dengan penerimaannya mencapai Rp4,28 triliun. Hal ini merupakan dampak relaksasi kebijakan PPKM maupun kebijakan lain yang sempat menekan produksi MMEA pada 2020 lalu.
Seperti pada CHT, kinerja penerimaan MMEA masih lebih rendah apabila dibandingkan kondisi normal tahun 2019, yaitu turun minus 9,97 persen. Sedangkan penerimaan cukai EA masih mengalami penurunan minus 57,88 persen (yoy), melanjutkan tren pelemahan sepanjang tahun ini dengan penerimaan sebesar Rp91,98 miliar.
"Penurunan yang cukup signifikan ini lebih disebabkan tingginya penerimaan cukai EA pada tahun 2020 akibat fenomena panic buying produk sanitasi (hand sanitizer) saat awal pandemi covid-19 terutama pada bulan Maret dan April 2020," lanjut keterangan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News