Anggota Komisi XI DPR M. Misbakhun. Foto; Medcom.id/Nur Ajijah.
Anggota Komisi XI DPR M. Misbakhun. Foto; Medcom.id/Nur Ajijah.

Istilah Cadangan PEN dan SAL pada APBN 2021 Menuai Kritik, Apa Masalahnya?

K. Yudha Wirakusuma • 10 November 2021 21:53
Jakarta: Rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) menggunakan cadangan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke sejumlah BUMN dengan mekanisme cadangan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Saldo Anggaran Lebih (SAL) menuai kritik.
 
Anggota Komisi XI DPR M. Misbakhun mempermasalahkan adanya penggunaan istilah cadangan PEN dan SAL pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Sebab, istilah tersebut tidak dikenal dalam nomenklatur APBN, yang merupakan bagian dari manajemen keuangan negara yang diatur oleh undang-undang.
 
Agar masyarakat memahami, dijelaskan Politikus Golkar itu, PEN adalah program yang ada di dalam struktur belanja APBN. Meliputi bidang kesehatan, perlindungan sosial, sektoral kementerian lembaga (K/L) dan pemda, UMKM, pembiayaan korporasi (BUMN), dan insentif perpajakan dunia usaha.

Karena itu, apabila tidak digunakan atau dibelanjakan pada tahun berjalan, maka mata anggaran di program PEN akan menjadi bagian SAL tahun tersebut yang sudah habis periodisasi anggarannya pada cut off per 31 Desember. Artinya, ia hanya baru bisa menjadi cadangan pada 31 Desember 2021.
 
"Nah, menurut UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, tidak boleh APBN direncanakan dengan asumsi di awal akan ada SAL. Karena APBN disusun dengan asumsi awal penerimaan tercapai 100 persen dan belanja terserap 100 persen," kata Misbakhun.
 
Sehingga, jika saat ini per November 2021, Menteri SMI sudah mengatakan ada SAL untuk PMN ke BUMN, maka kebijakannya aneh.
 
Memang selama ini, penyerapan anggaran 100 persen adalah mustahil, alias tidak mungkin tercapai. Untuk itu, biasanya memang ada SAL. Namun, SAL itu baru bisa digunakan di tahun berikutnya. Bukan di tahun yang sama.
 
Harus diingat juga, PMN yang selama ini disetujui oleh DPR adalah PMN dengan mekanisme pada saat pembahasan APBN. "Tidak pernah dibicarakan digunakan SAL untuk PMN kepada BUMN," imbuh Misbakhun.
 
Dia mengatakan, UU Nomor 9/2020 tentang APBN 2021 memang memberi kewenangan kepada Menkeu sebagai bendahara umum negara, untuk menggunakan SAL. Tetapi mekanisme penggunaannya untuk PMN belum pernah dibicarakan sebelumnya dengan DPR. Apalagi belum ada aturan mekanisme bagaimana penggunaan SAL APBN 2021 untuk PMN ke BUMN.
 
"APBN 2021 masih berjalan, sampai 31 Desember 2021 baru tutup buku. Bagaimana nantinya apabila belanja di APBN 2021 terserap pada titik optimal dan jumlah SAL tidak mencukupi untuk PMN ke BUMN seperti yang direncanakan? Atau apabila kemudian ada keputusan politik yang drastis bahwa untuk memperkecil defisit maka digunakan mekanisme zero SAL alias SAL tak boleh ada?" urai Misbakhun.
 
Bagi Misbakhun, bila kondisi yang disebutnya terjadi, maka Pemerintah akan kelimpungan sendiri. Bisa-bisa harus kembali menerbitkan surat utang yang beban pembayaran bunganya lagi-lagi ditanggung oleh rakyat.
 
"Jadi setiap risiko yang ada harus dimitigasi. Tak boleh asal-asalan. Makanya saya kritik manajemen keuangan negara kayak begini," pungkas Misbakhun.
 
Sebelumnya Menteri Sri Mulyani mengakui akan menggunakan dana cadangan PEN dan SAL tahun anggaran 2021 dengan total mencapai Rp53,1 triliun untuk menambah modal anggaran BUMN dan lembaga.
 
Dari cadangan PEN, Sri Mulyani menggunakan dana sebesar Rp33 triliun dan pemanfaatan SAL sebesar Rp20,1 triliun. Di antara penerimanya adalah PT Hutama Karya (HK) sebesar Rp25,2 triliun dan Waskita Karya sebesar Rp7,9 triliun.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan