Jakarta: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menegaskan skema pembagian beban antara pemerintah dan Bank Indonesia akan berakhir tahun ini. Hal itu disebut telah menjadi kesepakatan bulat dari kedua pihak.
"Kita dengan BI sudah jelas untuk SKB (Surat Keputusan Bersama) berakhir tahun ini," ujarnya saat ditemui di kompleks parlemen, Jakarta, Senin, 5 September 2022.
Diketahui, dalam Rancangan Undang Undang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU RAPBN) 2023 terdapat pasal yang menyatakan BI dapat kembali membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana.
Bunyi pasal 25 ayat (1) dari RUU APBN itu mengatakan, pemerintah dapat menerbitkan SBN dengan tujuan tertentu termasuk menerbitkan SBN yang dapat dibeli oleh Bank Indonesia di pasar perdana berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai penanganan pandemi covid-19 yang berdampak pada perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Lalu pada ayat (2) pasal 25 RUU RAPBN itu menyatakan, penerbitan SBN oleh pemerintah, termasuk pembeliannya oleh Bank Indonesia di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pasar SBN, pengaruh terhadap inflasi, jenis SBN yang dapat diperdagangkan, dan kesinambungan keuangan Pemerintah dan Bank Indonesia.
Sedangkan pada ayat (3) berbunyi, dalam hal terdapat sisa dana dari penerbitan SBN dengan tujuan tertentu termasuk penerbitan SBN yang dibeli oleh Bank Indonesia di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan/atau anggaran penanganan pandemi covid-19 yang tidak terserap, pemerintah dapat menggunakan sisa dana dimaksud untuk membiayai penanganan kesehatan dan kemanusiaan, dan/atau program perlindungan masyarakat lainnya.
Kemudian pada ayat (4) menyatakan, ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sisa dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Febrio menyatakan, kendati nantinya pasal tersebut disetujui dan disahkan oleh DPR, pemerintah dan BI tak memiliki rencana untuk kembali memanfaatkan skema berbagi beban (burden sharing) itu.
"Kita dengan BI tidak ada rencana untuk burden sharing lagi," tegasnya.
Ditemui terpisah, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI Muhidin Muhamad Said menyampaikan, skema burden sharing antara pemerintah dan DPR sedianya dilakukan untuk menghadapi dampak pandemi covid-19. Ketidakpastian akibat wabah itu menurutnya telah mengharuskan pemerintah dan BI menempuh langkah tersebut.
Karenanya skema burden sharing itu potensial kembali dilakukan dan mendapat restu dari parlemen. Hanya, Muhidin menegaskan, perlu dilakukan pembahasan dan kajian mendalam sebelum skema itu benar-benar kembali diterapkan.
"Nanti kita lihat. Ini masih dalam proses (pembahasan RUU RAPBN). Kita sekarang masih melakukan panja dulu melihat kemampuan pemerintah mengoptimalkan pendapatan," kata Muhidin.
"Kita dengan BI sudah jelas untuk SKB (Surat Keputusan Bersama) berakhir tahun ini," ujarnya saat ditemui di kompleks parlemen, Jakarta, Senin, 5 September 2022.
Diketahui, dalam Rancangan Undang Undang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU RAPBN) 2023 terdapat pasal yang menyatakan BI dapat kembali membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana.
Bunyi pasal 25 ayat (1) dari RUU APBN itu mengatakan, pemerintah dapat menerbitkan SBN dengan tujuan tertentu termasuk menerbitkan SBN yang dapat dibeli oleh Bank Indonesia di pasar perdana berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai penanganan pandemi covid-19 yang berdampak pada perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Lalu pada ayat (2) pasal 25 RUU RAPBN itu menyatakan, penerbitan SBN oleh pemerintah, termasuk pembeliannya oleh Bank Indonesia di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pasar SBN, pengaruh terhadap inflasi, jenis SBN yang dapat diperdagangkan, dan kesinambungan keuangan Pemerintah dan Bank Indonesia.
Sedangkan pada ayat (3) berbunyi, dalam hal terdapat sisa dana dari penerbitan SBN dengan tujuan tertentu termasuk penerbitan SBN yang dibeli oleh Bank Indonesia di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan/atau anggaran penanganan pandemi covid-19 yang tidak terserap, pemerintah dapat menggunakan sisa dana dimaksud untuk membiayai penanganan kesehatan dan kemanusiaan, dan/atau program perlindungan masyarakat lainnya.
Kemudian pada ayat (4) menyatakan, ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sisa dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Febrio menyatakan, kendati nantinya pasal tersebut disetujui dan disahkan oleh DPR, pemerintah dan BI tak memiliki rencana untuk kembali memanfaatkan skema berbagi beban (burden sharing) itu.
"Kita dengan BI tidak ada rencana untuk burden sharing lagi," tegasnya.
Baca juga: OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Terjaga di Tengah Pelemahan Ekonomi Global |
Ditemui terpisah, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI Muhidin Muhamad Said menyampaikan, skema burden sharing antara pemerintah dan DPR sedianya dilakukan untuk menghadapi dampak pandemi covid-19. Ketidakpastian akibat wabah itu menurutnya telah mengharuskan pemerintah dan BI menempuh langkah tersebut.
Karenanya skema burden sharing itu potensial kembali dilakukan dan mendapat restu dari parlemen. Hanya, Muhidin menegaskan, perlu dilakukan pembahasan dan kajian mendalam sebelum skema itu benar-benar kembali diterapkan.
"Nanti kita lihat. Ini masih dalam proses (pembahasan RUU RAPBN). Kita sekarang masih melakukan panja dulu melihat kemampuan pemerintah mengoptimalkan pendapatan," kata Muhidin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News